Abstrak


Perubahan Prosesi Perkawinan Adat Jawa ( Studi Kasus Prosesi Perkawinan Adat Jawa dilihat dari dimensi Struktur Sosial Masyarakat Pedesaan di Kelurahan Bulusari, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri)


Oleh :
Nurul Tri Rahayu - D0310051 - Fak. ISIP

ABSTRAK
Perkawinan menurut hukum adat merupakan suatu yang berhubungan dengan urusan famili, keluarga, masyarakat, martabat, dan pribadi. Perkawinan bukan hanya sekedar hubungan badan antara seorang pria dengan wanita saja, tetapi bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal bahkan ingin membangun dan membina serta memelihara hubungan kekerabatan yang rukun dan damai.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perubahan prosesi perkawinan adat yang terjadi pada golongan priyayi, pedagang, wongcilik, baik perubahan prosesi sebelum perkawinan maupun dalam prosesi perkawinan. Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Dalam teknik pengumpulan data, peneliti berperan sebagai instrumen dalam mencari data di lapangan, yang dilakukan dengan cara observasi langsung maupun interview atau wawancara secara mendalam. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Untuk menguji keabsahan data yang terkumpul, peneliti menggunakan triangulasi sumber. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis data interaktif. Dalam penelitian ini menggunakan teori Pertukaran Sosial George Homans.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pemilihan jodoh di beberapa lapisan masyarakat pada suku Jawa sudah mengalami pergeseran, dimana weton sudah tidak menjadi patokan cocok tidaknya dua sejoli berjodoh. Diantara tiga lapisan struktur masyarakat Jawa yaitu Priyayi, Pedagang, dan Wong cilik, golongan Priyayi lah yang sudah mengalami banyak pergeseran dalam pemilihan jodoh tersebut. Golongan Priyayi lebih terbuka dalam masalah pemilihan jodoh bagi anaknya, tidak seperti para Pedagang dan Wong cilik yang mana masih sendiko dawuh atau taat kepada pemangku adat yang lebih konservatif. Dalam prosesi nontoni ini rata-rata dalam lapisan struktur sosial masyarakat Jawa sudah tidak menggunakannya kembali. Karena rata-rata para anak mereka mencari jodoh sesuai dengan pilihan mereka masing yang sebelumnya sudah dikenal dekat. Pemasangan tarub tidak lagi berdasarkan perhitungan waktu, mengingat sesuai kebutuhan saja. Untuk penentuan hari sebagian besar masih dipergunakan, namun untuk waktu pukul berapakah tarub harus dipasang sudah tidak lagi dipergunakan.
Kata Kunci : Perubahan, Struktur Sosial, Prosesi Perkawinan, Adat Jawa
ABSTRACT
Marriage according to customary law is something related to family, society, prestige and personal affairs. Marriage is not only a sexual intercourse between a man and a woman, but it aims to construct a happy and everlasting family and event wants to construct and to build as well as to maintain a harmonic and peaceful relativity.
This research aimed to find out the change of customary wedding procession occurring in priyayi, pedagang ( merchant ), wong cilik ( common people classes ) either before or after wedding procession. This study was a case study research. In collecting the data, the author served to be an instrument of looking for data in the field by conducting direct observation and in-depth interview. The sampling technique used was purposive sampling. To validate the collected data, the author employed source triangulation. In analyzing data, the author employed an interactive data analysis. This research used George Homans’s Social Exchange theory.
The result of research showed that the process of selecting mate had been shifted in a variety of society classes in Javanese ethnic, in which weton has no longer the parameter of the matching of a couple. In the three classes of Javanese ethnic structure: Priyayi, pedagang, and wong cilik, it was the priyayi class that had shifted largely in the mate selection. Priyayi class was more transparent in the term of selecting mate for their children, not like merchants and wong cilik who were still sendiko dawuh or obedient to the more conservative customary leader. On the average, the class of Javanese society structural social no longer used nontoni procession. It was because their children looked for their mate according to their choice that had been familiar with them before. The placement of tarub was no longer conducted based on time calculation, but only considering the need. The day determination was still largely used, but the time (hour) determination was not.
Keywords: Change, Social Structure, Wedding Procession, Javanese Costums.