Abstrak


Strategi Peningkatan Status Tumbuhan Sambiloto (Andrographis Paniculata Ness) Menjadi Tanaman Budidaya


Oleh :
Bambang Pujiasmanto - - Fak. Pertanian

Suatu penelitian mempelajari strategi peningkatan status sambiloto (Andrographis paniculata Ness). Menjadi tanaman budidaya telah dilaksanakan di Kawasan Pemangkuan Hutan (KPH) Surakarta, Jawa Tengah sejak April 2006 sampai dengan Maret 2007. Tujuan umum penelitian mempelajari potensi tumbuhan sambiloto untuk dibudidayakan sebagai tanaman obat, sehingga kelangkaan sambiloto sebagai bahan baku obat tidak terjadi. Metode penelitian yang digunakan ialah metode survai dan metode eksperimental. Metode survai meliputi kajian distribusi dan potensi sambiloto pada berbagai ketinggian tempat. Sedangkan metode eksperimental dilaksanakan melalui percobaan di laboratorium, rumah kaca dan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan : 1) Sambiloto mempunyai habitat di ketinggian 180 m-861 m dpl. Suhu udara: 22.440C. Intersepsi cahaya yang diterima 83.23%. Sambiloto dapat tumbuh pada tanah dengan unsur hara N nilai sedang. Biji sambiloto berukuran kecil berkisar 2 mm, keras dan dorman. Sambiloto lebih banyak dijumpai di dataran menengah dengan pola sebaran mengelompok. Kandungan andrographolid mencapai 0.89% - 2.27%. 2) Perendaman benih dengan suhu 600C selama 15 menit diperoleh daya kecambah tertinggi (55%), dibandingkan dengan perlakuan suhu perendaman 40oC (15%), 500C (32%) maupun 700C (25%). Benih yang berasal dari dataran menengah menghasilkan daya kecambah relative tinggi (48%), dibandingkan dari dataran rendah (21%) dan dataran tinggi (26%). 3) Percobaan di rumah kaca, biomasa sambiloto tertinggi pada asal benih dari dataran menengah terjadi pada ketersediaan air kondisi kapasitas lapang, yang mencapai 31.79 g/ tan. Kandungan andrographolid maksimal mencapai 1.45% yang ditunjukkan pada kondisi kapasitas lapang. Kandungan andrographolid berkorelasi positif dengan kadar air tanah. 4) Hasil percobaan di lapang menunjukkan bahwa: respon sambiloto pada tingkat naungan 25% (361.48 Wm-2) dan lama naungan 1 bulan diperoleh bobot segar tertinggi (355.04 g/tan). Hasil bobot kering (biomasa) sambiloto pada masa vegetatif maksimum (91 HST) dapat mencapai 37.82 – 105.73 g/tan atau 3.15 – 8.81 ton ha-1. Tingkat dan lama naungan berpengaruh terhadap kandungan andrographolid sambiloto. Respon sambiloto umur 91 HST pada tingkat naungan 25% (361.48 Wm-2) selama 1 bulan menunjukkan kandungan andrographolid relatif tinggi (3.13%). Hasil-hasil percobaan tersebut ialah konsep domestikasi dan teori-teori yang mendasari paket teknologi budidaya tumbuhan liar sambiloto yang ditingkatkan statusnya menjadi tanaman penghasil bahan obat. Selanjutnya diharapkan dapat digunakan untuk penentu kebijakan program tumbuhan obat dan petani.