Abstrak
Tingkat tutur bahasa jawa dalam program berita Kabar Awan di TATV Solo (Kajian sosiolinguistik)
Oleh :
Kurniawan - S110907005 - Sekolah Pascasarjana
ABSTRAK
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah apa saja bentuk tingkat tutur yang digunakan dalam program berita Kabar Awan, faktor – faktor penentu pilihan tingkat tutur, pola pemilihan bentuk tingkat tutur, dan pola pemilihan leksikonnya. Sebagaimana dalam rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat tutur bahasa Jawa dalam progam berita Kabar Awan, yaitu bentuk-bentuk tingkat tutur, faktor-faktor penentu tingkat tutur, tingkat tutur yang paling dominan, pola pemilihan tingkat tutur, dan pola pemilihan leksikon.
Data penelitian deskriptif kualitatif ini diambil dari siaran berita Kabar Awan yang disiarkan langsung oleh stasiun televisi lokal di Solo TATV pada bulan Desember 2008 khususnya tanggal 25 sampai tanggal 30 Desember 2008. Data berupa rekaman yang ditranskrip ke dalam bentuk teks. Data diklasifikasi ke dalam delapan macam tuturan yang dituturkan oleh pembaca berita (PB) dan penelpon (P). Metode struktural dan kontekstual digunakan untuk menganalisis data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk tingkat tutur bahasa Jawa yang ditemukan dalam Kabar Awan dibagi menjadi dua ragam yaitu ragam ngoko dan ragam krama kemudian dari kedua ragam tersebut berkembang menjadi ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, dan krama alus. Dari keempat tingkat tutur, ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, dan krama alus, tingkat tutur ngoko alus adalah tingkat tutur yang paling dominan dalam Kabar Awan.
Untuk menentukan suatu bentuk tingkat tutur yang digunakan, ada faktor-faktor sosial yang mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan bentuk-bentuk tingkat tutur dalam Kabar Awan adalah faktor formalitas hubung perseorangan antara O1 dan O2 yang terdiri atas keakraban dan umur, faktor tujuan tutur, faktor kehadiran O3 dalam tuturan, dan juga faktor norma atau aturan yang harus dipatuhi.
Perbedaan dan persamaan faktor sosial antara penutur dan mitra tutur menyebabkan timbulnya hubungan simetris dan asimetris, akrab dan tidak akrab serta perpaduan keduanya sehingga menjadi simetris-akrab, simetris-tidak akrab, asimetris-akrab, dan asimetris-tidak akrab. Dalam penelitian ini ditemukan tiga hubungan yang melibatkan PB dan P. Hubungan tersebut adalah simetris-akrab, asimetris-tidak akrab, dan asimetris akrab. Hubungan simetris-akrab menghasilkan pola ngoko lugu berpasangan dengan ngoko lugu dan ngoko lugu berpasangan dengan ngoko alus. Hubungan simetris-tidak akrab menghasilkan pola krama alus berpasangan dengan krama alus. Hubungan asimetris-akrab menghasilkan pola krama lugu berpasangan dengan krama alus.
Apabila krama inggil yang digunakan untuk menghormati mitra tutur itu tidak ada wujud leksikalnya, leksikon tersebut cenderung berbentuk krama. Demikian halnya jika krama andhap digunakan untuk merendahkan diri sendiri ternyata tidak memiliki bentuk leksikal, leksikon kramalah yang akan digunakan. Namun jika leksikon krama andhap yang akan digunakan untuk merendahkan diri itu tidak memiliki padanan leksikon krama, leksikon ngoko dan netral akan digunakan. Jadi penggunaan krama inggil untuk merendahkan diri sendiri demi menghormati mitra tutur, entah pembicara O1 atau O2 tetap tidak dibenarkan. Akan tetapi pola yang mengharuskan O1 menggunakan leksikon krama dan krama inggil kepada O2, menggunakan krama dan krama andhap untuk diri sendiri, tampaknya tidak berlaku dalam sapaan atau salam. Hal itu disebabkan, sapaan itu selalu untuk O2, maka seharusnya dijawab dengan jenis leksikon yang sama.