Abstrak
Pelaksanaan rekonstruksi dalam mengungkap terjadinya tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan matinya orang lain (Studi kasus di kepolisian resort Karanganyar)
Oleh :
Dwi Wahyuni - E0001008 - Fak. Hukum
ABSTRAK
PELAKSANAAN REKONSTRUKSI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Penulisan Hukum (Skripsi). 2005.
Pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai pelaksanaan rekonstruksi yang dilakukan oleh penyidik dalam mengungkap terjadinya tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan meninggalnya seseorang, kendala yang dihadapi oleh penyidik dalam melaksanakan rekonstruksi serta upaya-upaya yang ditempuh untuk mengatasi kendala tersebut.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian deskriptif, penelitian deskriptif ini adalah penelitian yang dilakukan untuk memberikan data seteliti mungkin mengenai manusia, keadaan atau gejala-gejala lain dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum empiris atau non doktrinal. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Pengumpulan data yang berhubungan dengan teori dan permasalahan untuk dicari pemecahannya dengan menganalisis dan akhirnya menarik kesimpulan. Lokasi penelitian adalah di Kepolisian Resort (Polres) Karanganyar. Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui wawancara dan penelitian kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan dan sebagainya.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa pelaksanaan rekonstruksi pada prinsipnya didasarkan pada peraturan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu pada Pasal 184 yang mengatur tentang alat-alat bukti. Di dalam pasal tersebut memang tidak dicantumkan secara jelas pengaturan tentang pelaksanaan rekonstruksi, rekonstruksi hanya merupakan pengembangan dari isi pasal tersebut yaitu pengembangan dari alat bukti petunjuk. Karena tidak ada peraturan khusus yang mengatur tentang pelaksanaan rekonstruksi ini, maka pelaksanaannya pun bersifat tidak wajib. Tahap-tahap pelaksanaan rekonstruksi yang dilakukan oleh polisi dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap persiapan rekonstruksi, tahap pelaksanaan rekonstruksi, dan tahap pembuatan Berita Acara Rekonstruksi. Tujuan dari pelaksanaan rekonstruksi ini adalah untuk meyakinkan jaksa akan kebenaran dari suatu tindak pidana penganiayaan dan pelakulah yang bersalah melakukan tindak pidana itu. Pelaksanaan rekonstruksi selama ini memang belum dapat berjalan dengan lancar. Hambatan yang mendasar dari pelaksanaan rekonstruksi terutama adalah hambatan eksternal yaitu hambatan dari masyarakat yang tidak dapat bersikap kooperatif dan sering bersikap emosional saat rekonstruksi dilaksanakan. Hal ini disebabkan kekurangtahuan masyarakat akan maksud dan tujuan dari rekonstruksi itu sendiri. Adapun upaya untuk mengatasi kendala atau hambatan tersebut penyidik kemudian mengantisipasinya dengan memperketat sistem pengamanan baik pengamanan terhadap tersangka maupun lokasi yang akan digunakan untuk melaksanakan rekonstruksi. Selain itu, upaya lain yang dapat dilakukan oleh penyidik adalah melakukan penyuluhan hukum maupun sosialisasi kepada masyarakat terlebih dahulu sebelum rekonstruksi dilaksanakan sehingga masyarakat dapat bersikap kooperatif dan tidak mengganggu jalannya rekonstruksi.
Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah adanya peningkatan dalam pelaksanaan rekonstruksi yaitu dibuatnya peraturan mengenai pelaksanaan rekonstruksi sebab dalam pembuktian, rekonstruksi memiliki peran yang penting sebagai bukti tambahan yang dapat mendukung alat-alat bukti yang lain. Sedangkan implikasi praktisnya adalah hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan dalam melaksanakan rekonstruksi.