Abstrak


Peristiwa pemogokan buruh di pabrik karung goni Delanggu tahun 1948


Oleh :
Gandhi Suryo Prayogo - C0511018 - Fak. Ilmu Budaya

Dalam penelitian ini permasalahan yang dibahas adalah konflik antara buruh dengan pegawai admisnistratif di Pabrik Karung Goni Delanggu tahun 1948, yang kemudian masuknya Sarbupri selaku gerakan legal dari Partai Komunis Indonesia yang mempolarisasi buruh sehingga dapat mengkoordinir dan menggerakan buruh yang menentang kebijakan pimpinan dan pegawai administratif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yaitu Heuristik (Pengumpulan Sumber), Kritik Sumber, Interpretasi, dan Historiografi. Pengumpulan data diperoleh dari arsip-arsip, buku, surat kabar, majalah, serta wawancara. Data yang terkumpul kemudian dianalisa kebenarannya menggunakan kritik sumber. Hasil analisa kemudian diinterpretasikan berdasarkan kronologisnya.
Hasil penelitian memaparkan gambaran umum kaum buruh di Pabrik Karung Goni Delanggu tahun 1948, para buruh tetap hingga kontrak mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya, terutama buruh kontrak yang mayoritas berada di posisi bawahan. Dalam penelitian ini dijelaskan sistem kerja dan tingkatan buruh. Dari penjelasan sistem kerja di Pabrik Karung Goni Delanggu tahun 1948 yang rumit dan kurang adil terhadap pekerja bawahan, banyak dari pekerja yang memprotes kebijakan pihak pabrik dengan melakukan pemogokan. Peristiwa pemogokan yang berlangsung dimanfaatkan oleh Sarbupri selaku organisasi buruh bentukan PKI untuk mengkoordinir para buruh dalam menuntut hak-haknya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemogokan buruh yang terjadi di Pabrik Karung Goni Delanggu merupakan suatu bentuk protes dari para buruh yang bekerja sebagai petani penggarap di perkebunan kapas dan rosella milik Pabrik Karung Delanggu. Pemogokan ini muncul karena perbedaan pendapatan dan fasilitas yang diterima oleh para karyawannya, yakni antara pegawai administratif dengan buruh, pendapatan buruh waktu itu sebesar Rp.1,5 hingga Rp. 2 per hari, sedangkan pegawai administratif sebesar Rp 10 hingga Rp. 15 per hari. Hal-hal ini kemudian menyadarkan para buruh untuk melakukan perjuangan menuntut keadilan dengan melakukan pemogokan sebagai bentuk protes mereka terhadap kebijakan perusahaan yang merugikan buruh. Sarbupri sebagai wadah buruh kemudian mengkoordinasi pemogok dalam menuntut hak-haknya kepada pemerintah. Menanggapi pemogokan tersebut pemerintah kemudian membenuk panitia angket BP. KNIP yang bertugas menyelidiki perselisihan antara pengusaha dan buruh. Penyelidikan dan perundingan BP. KNIP dengan LBT dan Sarbupri menghasilkan bantuan kain sepanjang 3 meter kepada buruh, sementara gaji ditetapkan sesuai dengan perusahaan swasta dan pembagian beras kepada buruh dan keluarganya. Setelah perundingan tersebut selesai, tanggal 18 Juli 1948 pemogokan berakhir dan buruh diminta masuk seperti biasa.
Kata Kunci : Pemogokan, Delanggu.