Abstrak


Politik Benazir Bhutto dalam Perebutan Kekuasaan di Pakistan Tahun 1979-1988


Oleh :
Nyadang Sri Murni - K4403043 - Fak. KIP

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari jawaban atas rumusan masalah yakni : (1) Latar belakang politik Benazir Bhutto dan politik Benazir Bhutto; (2) Situasi politik di Pakistan masa pemerintahan M. Zia ul-Haq; (3) Proses politik Benazir Bhutto dalam mencapai puncak kekuasaan di Pakistan; (4) Hambatan yang dihadapi dan keberhasilan yang dicapai Benazir Bhutto. Sejalan dengan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode historis. Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber tertulis sekunder. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari teknik pengumpulan data yang menggunakan studi pustaka dan teknik analisis data yang menggunakan analisis historis. Sedangkan langkah-langkah yang ditempuh dalam metode historis adalah : (1) Heuristik; (2) Kritik; (3) Interpretasi; (4) Historiografi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Benazir Bhutto adalah putri P.M Zulfikar Ali Bhutto, lahir pada tanggal 21 Juni 1953, di Larkana, Sind, Pakistan bagian Selatan. Benazir Bhutto dipersiapkan Zulfikar Ali Bhutto untuk terjun ke dunia politik dengan dikirim ke Radcliffe College (Harvard University) untuk mempelajari ilmu Politik, Ekonomi, Filsafat. Kemudian melanjutkan kuliah ke Oxford University, untuk mempelajari ilmu Hubungan Internasional. Tahun 1977 terjadi kudeta oleh Jend. Zia ul-Haq terhadap P.M Zulfikar Ali Bhutto yang berujung pada kematian Zulfikar Ali Bhutto di tiang gantungan. Kematian Zulfikar Ali Bhutto, dijadikan fundamen bagi titik balik (turning point) kehidupan Benazir Bhutto untuk mulai terjun dalam dunia politik, dengan meneruskan cita-cita politik Zulfikar Ali Bhutto “Bhuttoisme”. Benazir Bhutto menjadi lambang demokrasi Pakistan, karena usahanya memperjuangkan hak-hak sipil dan partai-partai politik dalam pemilihan umum. Langkah politis Benazir Bhutto berpegang pada komitmen untuk menghindari cara–cara kekerasan; (2) Pemerintahan Zia ul-Haq menerapkan Islamic Orde yaitu sistem pemerintahan yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist. Masa Zia ul-Haq, banyak politisi dijebloskan dalam penjara oleh pengadilan-pengadilan hukum darurat militer. Terjadi pembelengguan terhadap media massa, dan organisasi-organisasi. Konflik antar etnis dan aliran agama sering terjadi dengan banyak memakan korban karena kemudahan mendapatkan senjata yang berasal dari medan perang Afganistan. Rabu 17 Agustus 1988, Jend. Zia ul-Haq tewas bersama 20 tokoh utama militer Pakistan, hasil penyelidikan ahli Pakistan dan AS memastikan ledakan pesawat merupakan ulah sabotase. Undang–undang darurat diterapkan untuk menjaga kemungkinan meledaknya dendam para penentang Zia ul-Haq. Kematian Zia ul-Haq bersama 20 orang dekatnya telah membawa kekosongan kekuasaan di Pakistan, yang membuka peluang bagi Benazir Bhutto untuk masuk gerbang kekuasaan; (3) Benazir Bhutto menjadi oposan bagi pemerintahan Zia ul-Haq selama 11 tahun. Selama menjadi oposan, Benazir Bhutto memanfaatkannya untuk berkampanye dan orasi-orasi di tempat umum untuk memobilisir massa menuntut pelaksanaan pemilu. Hari-hari Benazir Bhutto banyak dihabiskan di penjara, terkena tahanan rumah dan akhirnya diasingkan ke Inggris. Pemecatan Khan Junejo berakibat pada bersatunya Khan Junejo pada kubu Benazir Bhutto. Zia ul-Haq menurunkan kebijakan Islamic Legal Code untuk menaikkan kembali kredibilitasnya dimata rakyat. Kebijakan baru ini akhirnya justru menimbulkan ketidaksenangan dari berbagai pihak yakni kaum fundamentalis terutama Jamaat Islami (JI), para pengusaha, elit feodal dan golongan wanita. Oleh Benazir Bhutto, kekecewaan tersebut dimanfaatkan untuk semakin memperkuat diri dan mempengaruhi berbagai kalangan tersebut bergabung dengan pihak oposisi. Terbentuklah persatuan oposisi di bawah pimpinan Benazir Bhutto; (4) Kematian Zia ul-Haq pada bulan Agustus 1988 tidak begitu saja mempermudah jalan Benazir Bhutto untuk memegang kekuasaan di Pakistan. Muncul beberapa masalah diantaranya masalah internal oposisi, yakni terjadinya keretakan akibat kecemburuan atas sikap Benazir Bhutto yang menggalang kekuatan baru masuk dalam persatuan oposisi sehingga muncul kekhawatiran bahwa orang-orang lama akan tersingkir. Juga muncul pesaing baru yakni para pendukung setia Zia ul-Haq yang tergabung dalam IDA, IJI, dan PML yang menyatakan meneruskan perjuangan politik Zia ul-Haq “Ziaisme” di bawah pimpinan Nawaz Sharif. Persatuan oposisi akhirnya mampu mengantarkan Benazir Bhutto memenangkan pemilu pada bulan November 1988. Pada 1 Desember 1988 Benazir Bhutto secara resmi memperoleh mosi kepercayaan dari Majelis Nasional untuk menduduki kursi Perdana Menteri.