Sistem Village Driven Development yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Undang-Undang Desa) menjadi suatu bentuk pembaharuan hukum yang menguntungkan Desa dalam hal pelaksanaan optimalisasi otonomi desa, salah satunya terkait kerjasama desa. Penelitian hukum ini akan mendeskripsikan dan mengkaji permasalahan terkait konstruksi hukum pembentukan Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) sebagai lembaga desa yang memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai fasilitator partisipasi masyarakat desa sekaligus eksekutor dari suatu kerjasama desa pasca diundangkannya Undang- Undang Desa. Penjelasan teknis pembentukan BKAD kemudian diatur lebih lanjut dalam Permendagri Nomor 96 Tahun 2017 tentang Tata Cara Kerjasama Desa di Bidang Pemerintahan Desa.
Penulisan hukum ini termasuk ke dalam jenis penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif. Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi tekstual untuk menelaah lebih lanjut keharmonisan berbagai peraturan perundang- undangan dengan beberapa produk hukum terkait pembentukan BKAD pasca diundangkannya Undang-Undang Desa. Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode silogisme yang menggunakan pola pikir deduktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara normatif, konstruksi hukum BKAD telah dibentuk berdasarkan asas subsidairitas-partisipatif dengan berprinsip keadilan gender demi mencapai tujuan pembangunan partisipatif di tingkat antar desa. Namun secara teknis, regulasi tentang BKAD belum mampu mengakomodir bentuk kerjasama multipihak yang dapat dilaksanakan oleh Desa. Oleh karena itu perlu penyempurnaan hukum lebih lanjut terkait sinergisitas persepsi hukum pelaksanaan kerjasama antar desa antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Desa.
Kata Kunci: Otonomi Desa, Kerjasama Desa, BKAD, Pembangunan Partisipatif