Abstrak


Potensi Temulawak pada Sistem Wanafarma Berbasis Sengon


Oleh :
Muhammad Idham Cholid - H0713109 - Fak. Pertanian

ABSTRAK

Secara tradisional pekarangan di pedesaan Indonesia, temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ditanam secara sederhana untuk menghasilkan rimpang yang biasa digunakan sebagai bumbu sayur dan obat tradisional. Temulawak bermanfaat untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh. Kebutuhan temulawak bagi industri cukup besar, bahkan menempati urutan ke dua terbanyak sebagai bahan dasar jamu gendong. Penelitian ini berusaha mengungkap: cahaya lolos dari kanopi sengon berjarak 3x3 m, peningkatan cahaya lolos dari kanopi pohon bila dipangkas sepertiga kanopi bagian bawah, pertumbuhan temulawak dibawah kondisi cahaya tersebut, dan sumbangan seresah pohon (terutama daun) terhadap kebutuhan hara bagi temulawak terutama nitrogen.
Penelitian dilaksanakan di lahan hutan sengon di Desa Bakalan, Karanganyar, Jawa Tengah, pada bulan November 2016 hingga Maret 2017. Temulawak ditanam diantara sengon (sistem wanafarma) umur 10 bulan, jarak tanam sengon 3 x 3 m, dan temulawak berjarak 50 x 50 cm, temulawak paling tepi berjarak 75 cm dari sengon, luas petak setiap satuan percobaan 150 x 150 cm. Percobaan adalah rancangan acak kelompok/blok (RAK) Split Plot (jarak antar blok 3 m) petak terpisah faktorial 3 x 3. Faktor pertama adalah intensitas cahaya (intensitas penuh, cahaya dibawah tajuk sengon tidak dipangkas, dan 1/3 tajuk bagian bagian bawah dipangkas). Sedangkan faktor kedua adalah pupuk majemuk NPK 15-15-15 (dosis 100, 150, dan 200 kg ha-1).
Hasil penelitian menunjukkan temulawak dibudidayakan dalam sistem agroforestri berbasis sengon umur setahun tumbuh baik, biomassa dan hasil lebih tinggi daripada tempat terbuka (139 dibanding 129 g rimpang basah per tanaman). Sengon umur setahun sabagai basis sistem agroforestri belum  perlu pemangkasan.  Pemangkasan sepertiga kanopi bagian bawah dapat dilakukan sebagai substitusi hara terutama N. Sengon menghasilkan seresah sebanyak 30 kg per pohon per tahun.