Abstrak


Konstruksi Sosial Difabel (Studi Fenomenologi Konstruksi Sosial Anak Difabel Dalam Keluarga di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Surakarta)


Oleh :
Nabiela Tiarasari - D0313050 - Fak. ISIP

Penelitian ini dilakukan setelah melihat bagaimana perlakuan terhadap difabel sangat ditentukan dari konstruksi sosialnya. Termasuk dalam keluarga sebagai gambaran kecil dari masyarakat. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah : Bagaimana konstruksi sosial difabel dalam keluarga dengan anak difabel.

Riset ini menggunakan teori konstruksi sosial oleh Peter L Berger dan Thomas Luckmann. Dalam teori ini menggambarkan bagaimana sebuah realitas merupakan hal   yang   dapat   dibuat   secara   sosial   melalui   eksternalisasi,   objektivasi,   dan internalisasi. Pada tahap eksternalisasi, realitas berada di luar individu, diamati. Pada tahap selanjutnya yaitu objektivasi, kenyataan mulai masuk dalam individu dengan munculnya definisi yang diberikan pada fenomena tersebut. Terakhir adalah internalisasi ketika pengertian tadi sudah sangat tertanam pada individu dan membuat mereka dapat menentukan bagaimana bersikap terhadap fenomena tersebut.

Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Sementara teknik pengambilan sample yang digunakan adalah purposive sampling yaitu keluarga dengan anak difabel di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Surakarta. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: observasi, wawancara, dan studi pustaka. Adapun keluarga yang dipilih adalah keluarga batih dengan mewawancara anak dan orang tua dalam keluarga dengan anak difabel.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa dengan adanya anak difabel dalam keluarga merupakan bentuk eksternalisasi tersendiri dalam keluarga. Sementara pada tahap selanjutnya,  terdapat  perbeda antara orang tua dengan  anak.  Orang tua memiliki objektivasi bahwa anak sakit atau anak tidak normal. Sementara anak atau saudara dari anak difabel memiliki objektivasi bahwa anak difabel tidak berbeda dari anak kebanyakan. Namun melihat adanya keterbatasan yang dimiliki oleh anak difabel, saudaranya beranggapan bahwa wajar ketika mereka mendapatkan perhatian lebih. Sementara pada tahap internalisasi, ketika orang tua melakukan treatment khusus untuk melatih anak difabelnya agar mandiri, saudara dari anak difabel tidak melakukannya