Abstrak


Analisis value chain jambu mete (anacardium occidentale l.) di Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah


Oleh :
Dini Nur Utamawati - H0814035 - Fak. Pertanian

Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu daerah penghasil jambu mete di Jawa Tengah dengan luas lahan tanaman menghasilkan 17.797 Ha pada tahun 2017. Jambu mete mengahasilkan produk berupa mete. Proses jambu mete menjadi kacang mete tidak hanya melibatkan proses pengolahan, tetapi juga adanya proses pemasaran. Kendala jambu mete di Kabupaten Wonogiri tidak hanya dari sisi produksi saja namun juga dari sisi pemasaran. Diperlukan perbaikan horixontal dan vertikal dalam rantai nilai jambu mete sehingga dapat memberikan peningkatan kesejahteraan bagi pihak-pihak yang terlibat, Analisis rantai nilai merupakan salah satu konsep pendekatan bagaimana menambah aktivitas dan memperbesar nilai produk secara maksimal dalam tatanan rantai nilai. Tujuan penelitian adalah (1) menganalisis rantai nilai jambu mete di Kabupaten Wonogiri (2) merumuskan strategi perbaikan (upgrading) rantai nilai jambu mete di Kabupaten Wonogiri Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji rantai nilai jambu mete di Kabupaten Wonogiri, menganalisis besar biaya, keuntungan, marjin pemasaran, pangsa produsen, dan nilai tambah jambu mete, serta mengkaji strategi untuk perbaikan rantai nilai yang lebih efisien di Kabupaten Wonogiri. Metode penentuan lokasi menggunakan metode secara purposive (sengaja). Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Metode penentuan petani sampel dilakukan dengan metode random sampling dengan sebanyak 30 petani responden, sedangkan aliran pemasaran jambu mete dilakukan dengan metode snowball sampling. Metode analisis data menggunakan analisis rantai nilai (value chain) Kaplinsky dan Morris (2001) dikombinasikan dengan ACIAR (2012). Analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami (1987). Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 5 (lima) pola saluran tataniaga jambu mete di Kabupaten Wonogiri. Farmer share terbesar diperoleh petani jambu mete dari saluran pemasaran II dengan farmer share 86,96?ngan marjin pemasaran 13,04%. Pelaku Industri pengolah mete memberikan nilai tambah tertinggi pada kelima pola rantai nilai. Rasio nilai tambah tertinggi di industri pengolah mete terdapat pada pola rantai nilai III dengan rasio 82,2% pada produk mete mentah. Perbaikan rantai nilai dapat dilakukan dengan perbaikan sistem agribisnis dari hulu ke hilir. Petani dapat membentuk kelompok asosiasi petani untuk menentukan harga penjualan jambu mete ke industri pengolah. Pendirian koperasi untuk menampung produksi mete dan melakukan pemasaran. Pemerintah dapat memberikan penyuluhan teknik penanaman dan bantuan mengenai bibit unggul agar produksi jambu mete memiliki kualitas baik dan jumlah produksi yang lebih banyak.