;

Abstrak


Nama-Nama Warna Dalam Bahasa Madura Di Kabupaten Sumenep: Sebuah Kajian Etnolinguistik


Oleh :
Nurul Fadhilah - S111708013 - Sekolah Pascasarjana

ABSTRAK

Warna merupakan singkatan yang kuat untuk menyampaikan ide dan informasi dari penggunanya. Begitu pula dengan kehidupan Suku Madura di Kab. Sumenep yang tidak dapat dipisahkan dari warna. Hal ini terlihat dari kegemaran mereka dalam mengkombinasikan warna secara mencolok serta terbentuknya penamaan warna yang unik. Penelitian ini berjenis deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan (1) satuan lingual penanda warna, (2) makna kultural dari konsep penggunaan warna, dan (3) faktor-faktor yang menyebabkan munculnya penamaan warna dalam bahasa Madura di Kab. Sumenep.
Data berupa satuan lingual penanda warna dan simbol warna yang diperoleh dengan metode simak dengan teknik dasar yaitu teknik sadap dan teknik lanjutan berupa teknik simak libat cakap (observasi partisipasi), teknik rekam, dan teknik catat. Metode selanjutnya adalah metode cakap (wawancara) dengan teknik dasar pancing dan teknik lanjutan berupa teknik cakap semuka, teknik rekam, dan teknik catat. Data dianalisis menggunakan metode etnografi dengan analisis etnosains untuk menemukan tema-tema budaya dan dibantu dengan metode padan referensial dengan teknik dasar pilah unsur penentu (PUP) menggunakan daya pilah referensial dan teknik lanjutan berupa teknik hubung banding menyamakan.
Hasilnya, satuan lingual warna dalam bahasa Madura di Kab. Sumenep umumnya berbentuk kata untuk menandai warna utama dan frasa untuk menandai warna turunan. Warna utama terdiri dari 6 warna dasar yang memiliki urutan hierarki implikasional yaitu pot? ‘putih’, celleng ‘hitam’, m?ra ‘merah’,  bhiru ‘hijau’,  kon?ng ‘kuning’, dan sokklat ‘cokelat’, serta 3 warna nondasar yaitu bhiru ‘biru’, bungo ‘ungu’, dan bu-abu ‘abu-abu’. Dari kesembilan warna tersebut ditemukan 205 warna turunan dengan atribut adjektiva, nomina, dan verba. Lalu, atribut warna yang paling mendominasi berasal dari nomina yaitu tumbuhan.
Kedua, makna kultural dari konsep penggunaan warna dalam masyarakat Madura di Kab. Sumenep dibagi menjadi domain verbal dan nonverbal. Terdapat 5 warna yang digunakan dalam domain verbal, yaitu pot? ‘putih’, celleng ‘hitam’, m?ra ‘merah’,  bhiru ‘hijau’ dan kon?ng ‘kuning’. Lalu, ada 6 warna yang digunakan dalam domain non-verbal, yaitu pot? ‘putih’, celleng ‘hitam’, m?ra ‘merah’,  bhiru ‘hijau’, kon?ng ‘kuning’, dan sokklat ‘cokelat’. Setiap warna yang sama jika digunakan dalam jenis domain berbeda belum tentu memiliki makna kultural yang sama pula. Beragamnya makna dalam satu warna dapat disebabkan oleh faktor eksternal dan internal bahasa. Faktor eksternal berupa (1) pola pikir manusia, (2) sifat warna, (3) sejarah, (4) lingkungan, (5) spiritual, (6) kebudayaan asing, dan (7) warna-warna identik yang dikenal masyarakat Madura di Kab. Sumenep. Selanjutnya, faktor internal bahasa berupa hubungan makna denotasi dalam pembentukan makna baru (makna kultural).
Ketiga, munculnya pola penamaan warna dalam bahasa Madura di Kabupaten Sumenep disebabkan oleh faktor-faktor, yaitu (1) faktor sosial geografis kedekatan masyarakat Madura dengan alam, (2) faktor sosial kemasyarakatan matapencaharian masyarakat Madura, (3) faktor spiritual keislaman masyarakat Madura, dan (4) faktor tradisi yang dilakukan masyarakat Madura.

Kata kunci: Nama warna, bahasa Madura, kabupaten Sumenep, etnolinguistik.