;
Abstrak
Sebagian besar penelitian tentang akuntabilitas melihat akuntabel atau tidak akuntabel pada lembaga pemerintah. Sedikit penelitian yang melihat model akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa. Oleh karena itu, penelitian ini mengabstraksikan kerangka model akuntabilitas milik Mark Bovens yang terdiri atas elemen (i) informing about conduct, (ii) debating, (iii) judging dan (iv) sanction pada pengelolaan keuangan Desa Panggungharjo. Bovens mengungkapkan bahwa akuntabilitas melibatkan dua pihak yaitu accoountor dan acocountee dan melibatkan dua tahapan penting yaitu answerability dan enforcement. Peneliti menelusuri model pada dua realitas pelaporan. Model akuntabilitas pengelolaan keuangan desa berinteraksi dalam forum dengan birokrat sebagai accountor dan pemberi dana dalam struktur pendapatan desa sebagai accountee. Diantara accountor dan accountee terhubung oleh aliran arus informasi. Kemungkinan terjadi asimetri informasi dan perilaku diantara accountor dan accountee menjadi sumber bias akuntabilitas. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan diskriptif kualitatif. Paradigma yang dipakai adalah post positivisme. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan data sekunder dikumpulkan melalui studi dokumentasi serta observasi. Logika analisis mengikuti model interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman, yaitu bergerak diantara perolehan data, reduksi data, penyajian dan penarikan kesimpulan dari satu informan ke informan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model akuntabilitas pengelolaan keuangan Desa Panggungharjo tidak memenuhi elemen debating. Sebagian besar masyarakat desa gagal mendorong debating karena informing about conduct yang dilakukan accountor tidak sempuma. Hal tersebut yang akhimya menimbulkan risiko bias akuntabilitas. Forum masyarakat berlangsung dengan format demokratis untuk meminta akuntabilitas, tetapi tidak dapat memainkan fungsi sebagai accountee secara substantif. Forum akuntabilitas yang ada di Desa Panggungharjo secara supply side dan demand side terkooptasi. Risiko bias berikutnya muncul karena sikap accountor yang tidak efektif dalam penyajian informasi dan penggunaan media informasi, selanjutnya lingkungan budaya accountee pun tidak mendorong munculnya diskusi. Implikasi teoritis yang sekaligus menambah pendapat Mark Bovens adalah perlu melihat perilaku birokrat dalam konteks politik dan lingkungan budaya untuk menciptakan pengelolaan keuangan desa yang sesuai dengan norma akuntabilitas. Rekomendasi utama penelitian ini adalah mereduksi bias akuntabilitas yang muncul pada model akuntabilitas melalui perbaikan terhadap peraturan dari pusat hingga daerah pada standar pelibatan masyarakat dalam mendiskusikan pengelolaan keuangan desa.
Kata kunci: model akuntabilitas, bias akuntabilitas, keuangan desa
Abstract
Most research on accountability sees accountable or unaccountable government agencies. Few studies have looked at a model of accountability in village financial management. Therefore, this research uses Mark Bovens 's accountability model framework which consists of elements (i) informing about conduct, (ii) debating, (iii) judging and (iv) sanction on financial management of Panggungharjo Village. Bovens revealed that accountability involves two parties, namely accountor and accountee and involves two important stages, namely answerability and enforcement. The researcher traces the model to two reporting realities. The village financial management accountability model interacts in forums with bureaucrats as accountors andfunders in the village income structure as accountees. Accountor and accountee are connected by information flow. The possibility of information asymmetry and behavior between accountor and accountee is a source of accountability bias. This research was conducted with a qualitative descriptive approach. The paradigm used is post positivism. Primary data is collected through interviews and secondary data collected through documentation studies and observations. The logic of analysis follows an interactive model developed by Miles and Huberman, namely moving between data acquisition, data reduction, presentation and drawing conclusions from one informant to another informant. The results showed that the accountability model of Panggungharjo Village's financial management did not meet the debating element. Most villagers failed to encourage debating because informing about the conduct carried out by accountor was not perfect. This ultimately creates the risk of accountability bias. Community forums take place in a democratic format to demand accountability, but cannotfunction as a substantive accountee. The accountability forum in Panggungharjo Village is provided by supply side and demand side. The risk offurther bias arises because Accountor's attitude is ineffective in presenting information and the use of information media, then the accountee's cultural environment does not encourage discussion. The theoretical implications which also add to Mark Bovens 's opinion are the need to see the behavior of bureaucrats in the context of politics and cultural environment to create village financial management that is in accordance with the norms of accountability. The main recommendation of this study is to reduce the accountability bias that arises in the accountability model through improving regulations from the central to the regions on the standards of community involvement in discussing village financial management.
Keywords: accountability model, accountability bias, village finance