Abstrak


Penolakan front pembela Islam terhadap penerbitan majalah playboy Indonesia (analisis genealogi kekuasaan foucault dalam kasus penerbitan majalah Playboy Indonesia 2006-2007)


Oleh :
Muhammad Satya Adhi Karyanto - D0214065 - Fak. ISIP


Penerbitan majalah Playboy Indonesia yang pertama kali beredar pada 7 April 2006 telah memunculkan beragam reaksi bahkan tekanan dari berbagai pihak, baik masyarakat sipil maupun institusi negara. Tekanan yang diberikan kepada Playboy Indonesia, terutama dari salah satu organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam, Front Pembela Islam (FPI), menjadi kasus tekanan terhadap pers paling keras yang terjadi pasca Reformasi. Tekanan diakhiri dengan vonis dua tahun penjara untuk Pemimpin Redaksi Playboy Indonesia, Erwin Arnada, atas sangkaan menyebarkan produk berkonten pornografi. Playboy Indonesia tidak diancam hidupnya oleh kekuasaan negara, tapi oleh masyarakat sipil biasa yang berambisi melampaui kuasa politik dan hukum negara. Penelitian ini akan fokus pada sudut pandang tersebut; mengkaji bagaimana FPI menekanan Playboy Indonesia dan bagaimana posisi dan kuasa negara atas ormas dan pers.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan genealogi kekuasaan. Penelitian ini berfokus pada hubungan antara pers, negara, dan Islam yang terjadi dalam penerbitan majalah Playboy Indonesia 2006-2007. Metode analisis data yang digunakan adalah genealogi kekuasaan Michel Foucault yang berusaha membedah silsilah suatu pengetahuan dan relasinya dengan jaring-jaring kekuasaan. Sumber data penelitian ini adalah wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan kasus yang diteliti, serta sumber dari media massa, penelitian sebelumnya, dan literatur-literatur terkait.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa FPI dan jaring kekuasaan kelompok Islam lainnya menekan penerbitan Playboy Indonesia melalui dua jalur, yakni jalur hukum lewat aduan pelanggaran kesusilaan ke kepolisian hingga akhirnya disidangkan di pengadilan dan jalur non-hukum lewat sweeping majalah tersebut di kios-kios serta pengrusakan terhadap kantor majalah Playboy Indonesia. Selain itu, ditemukan pula bahwa kekuasaan negara justru tersubordinasi di bawah kekuasaan kelompok-kelompok Islam. Akhirnya, FPI dan jaring kekuasaan Islam sipil lainnya bertindak sebagai aparatus yang mendefinisikan kebenaran konsep “kebebasan pers,” melampaui kuasa negara dalam mendefinisikan “kebebasan pers” pada periode Orde Baru.

Kata Kunci : playboy indonesia, pers, ormas islam, genealogi kekuasaan.