Abstrak


Telaah Sinkronisasi Horizontal terhadap Pengajuan Peninjauan Kembali Oleh Jaksa Penuntut Umum antara Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman


Oleh :
Rizki Vina Yurinta - E0008228 - Fak. Hukum

Abstrak

Penelitian   ini  bertujuan   untuk  mengkaji   sinkronisasi   dalam  pengajuan Peninjauan Kembali oleh Jaksa Penuntut Urnum dalam Undang-Undang  Nomor 8 Tahun  1981  Tentang   Hukum Acara  Pidana dengan  Undang-Undang  Nomor  48 Tahun   2009   tentang   Kekuasaan   Kehakiman.Tujuan  yang   lain  yaitu   untuk mengkaji  implikasi yuridis yang timbul dari sinkronisasi Undang-Undang  Nomor 8 Tahun  1981  Tentang   Hukum Acara Pidana dengan Undang-Undang  Nomor 48 Tahun  2009  tentang  Kekuasaan  Kehakiman,  terkait  upaya  hukum  Peninjauan Kembali oleh Jaksa Penuntut Umum dimaksud.
Metode  penelitian  yang  dipergunakan  dalam penulisan  hukum  ini adalah sebagai berikut: jenis penelitian normatif, metode penelitian kualitatif, pendekatan perundang-undangan,  teknik  pengumpulan   bahan  hukum  adalah  teknik   studi pustaka, sifat penelitian preskriptif. Adapun somber bahan hukum yang digunakan adalah somber bahan hukum sekunder  yang masih relevan dengan permasalahan yaitu  berwujud  bahan  hukum  primer  (Undang-Undang   Nomor  8  Tahun   1981 tentang KUHAP, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman),  bahan hukum  sekunder (buku-buku  teks yang ditulis oleh para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, karya ilmiah, koran, makalah, dan majalah, serta artikel internet).
Berdasarkan basil penelitian dapat diambil kesimpulan, terdapat adanya ketidaksinkronan mengenai siapa yang  berhak  mengajukan Peninjauan Kembali antara Pasal  263 ayat (1)  KUHAP dan Pasal 24 ayat (1)  Undang-Undang  Nomor 48 Tahun  2009  tentang Kekuasaan  Kehakiman.  Dalam  ha! ini,  pada  Pasal  263 ayat  (I)  KUHAP  secara  lirnitatif mengatur  Peninjauan  Kembali  hanya  dapat diajukan oleh Terpidana  atau Ahli  Warisnya,  sedangkan  pada Pasal  24 ayat (I) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman hanya menjelaskan pihak-pihak  yang bersangkutan  dan  tidak menjelaskan secara  pasti siapa pihak-pihak yang bersangkutan tersebut. Dengan adanya ketidaksinkronan tersebut menimbulkan adanya implikasi yuridis  terhadap pengaturan pengajuan Peninjauan   Kembali   yaitu   penegakan   hukum   menjadi    tidak   jelas    dan menimbulkan kekacauan dalam praktek hukum, undang-undang yang satu disampingi  dengan  undang-undang  yang   lain, menirnbulkan  ketidakpastian hukum, adanya perampasan hak dan kemerdekaan seseorang dan terjadinya pelanggaran terhadap hak asasi manusia.  Sebagai  konsekuensinya perlu dengan segera mengadakan amandemen KUHAP.

Kata Kunci : peninjauan kembali, sinkronisasi, implikasi yuridis