Abstrak


Perekonomian Etnis Tionghoa di Surakarta Tahun 1959-1974 (Studi Pasca Keluarnya PP No 10 Tahun 1959)


Oleh :
Elyas Rochani Indrayanti - K4405018 - Fak. KIP

ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan: (1) Kondisi perekonomian Surakarta sebelum tahun 1959,(2) Kondisi perekonomian etnis Tionghoa di Surakarta sebelum Tahun 1959, (3) Kondisi perekonomian Etnis Tionghoa di Surakarta setelah keluarnya PP No.10 Tahun 1959. Penelitian ini menggunakan metode historis. Sumber data yang digunakan adalah sumber surat kabar, buku literatur, sumber lain berupa arsip. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis historis, yaitu analisa yang mengutamakan ketajaman dalam mengolah suatu data sejarah. Prosedur penelitian dengan melalui empat tahap kegiatan yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan:(1)Kondisi perekonomian Surakarta sebelum tahun 1959 sangat memprihatinkan. Keadaan ini tak lepas dari hadirnya pemerintah Pendudukan Jepang yang memobilisasi daerah pendudukan untuk kepentingan perang. Setelah proklamasi kemerdekaan status daerah Surakarta ditetapkan menjadi daerah istimewa karena adanya konflik antara Kasunanan, Mangkunegaran dan Komite Nasional Daerah(KND) status itu dicabut,meskipun status istimewa telah dicabut tetapi ada beberapa kegiatan ekonomi yang masih dikelola oleh kraton. Keadaan ini sempat memberatkan rakyat. Kondisi ekonomi Surakarta setelah kemerdekaan mulai bangkit kembali setelah mengalami masa sulit, dengan munculnya perusahaan serta sektor perbankan pada awal tahun 1950 an.(2) Kondisi Etnis Tionghoa di Surakarta sebelum tahun 1959 cukup baik karena etnis Tionghoa muncul sebagai etnis yang sangat berperan dalam sektor ekonomi. Jumlah etnis Tionghoa yang melebihi jumlah golongan Eropa dan etnis lainnya menyebabkan pemerintah Kolonial Belanda, membuat peraturan yang bertujuan untuk membatasi gerak mereka. Keadaan masyarakat Tionghoa yang berada dalam berbagai diskriminasi memunculkan gerakan-gerakan solidaritas perjuangan Tionghoa. organisasi masyarakat Tionghoa bersifat kedaerahan, profesionalitas, keagamaan hingga politik. Diskriminasi yang mereka alami salahsatunya dalam bidang ekonomi, dalam bidang ekonomi Etnis Tionghoa bergerak dalam jasa peminjaman uang(mindering), tuan tanah, dan pedagang perantara. Jaringan bisnis Tionghoa tidak hanya sampai disitu, di Surakarta etnis Tionghoa juga menguasai monopoli perdagangan bahan-bahan batik yang menyebabkan adanya ketergantungan para pengusaha pribumi terhadap etnis Tionghoa.(3) Kondisi perekonomian Etnis Tionghoa di Surakarta setelah keluarnya PP No.10 Tahun 1959 sempat mengalami kegoyahan. Lahirnya peraturan yang berbau rasis menyebabkan menguatnya posisi pengusaha pribumi dan mengakibatkan usaha etnis Tionghoa di Surakarta terganggu. Keadaan ekonomi Tionghoa di Surakarta mulai bangkit kembali pada awal Orde Baru, karena kedekatan etnis Tionghoa dengan penguasa. pada saat itu mereka mendapatkan kemudahan dalam memperoleh kredit Investasi.