Abstrak
Hubungan antara kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa dengan kemampuan mengapresiasi cerita pendek (sebuah survei di sekolah dasar negeri se–gugus yudistira Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri)
Oleh :
M. Fahdurin - S840208112 - Sekolah Pascasarjana
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara: (1) kemampuan membaca pemahaman dan kemampuan mengapresiasi cerita pendek, (2) sikap bahasa dan kemampuan mengapresiasi cerita pendek, dan (3) kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa secara bersama-sama dengan kemampuan mengapresiasi cerita pendek.
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Se-Gugus Yudistira, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, bulan Januari sampai dengan Juni 2009. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif korelasional. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Se-Gugus Yudistira, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri. Sampel berjumlah 120 orang yang diambil dengan cara simple random sampling. Instrumen untuk mengumpulkan data adalah tes kemampuan mengapresiasi cerita pendek, tes kemampuan membaca pemahaman, dan kuesioner sikap bahasa. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik statistik regresi dan korelasi (sederhana, ganda).
Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) ada hubungan positif antara kemampuan membaca pemahaman dan kemampuan mengapresiasi cerita pendek (r y.1 = 0,87 pada taraf nyata α = 0,05 dengan N= 120 di mana r t = 0,18); (2) ada hubungan positif antara sikap bahasa dan kemampuan mengapresiasi cerita pendek (r y.2 = 0,78 pada taraf nyata α = 0,05 dengan N= 120 di mana r t = 0,18); dan (3) ada hubungan positif antara kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa secara bersama-sama dengan kemampuan mengapresiasi ceita pendek (R y.12 =0,86 pada taraf nyata α = 0,05 dengan N= 120 di mana r t = 0,18).
Dari hasil penelitian di atas dapat dinyatakan bahwa secara bersama-sama kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa memberikan sumbangan yang berarti kepada kemampuan mengapresiasi cerita pendek. Ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut dapat menjadi prediktor yang baik bagi kemampuan mengapresiasi cerita pendek.
Dilihat dari kuatnya hubungan tiap variabel prediktor (bebas) dengan variabel respons (terikat), hubungan antara kemampuan membaca pemahaman dan kemampuan mengapresiasi cerita pendek lebih kuat dibandingkan dengan hubungan antara sikap bahasa dan kemampuan mengapresiasi cerita pendek. Ini menunjukkan bahwa kemampuan membaca pemahaman dapat menjadi prediktor yang lebih baik daripada sikap bahasa. Kenyataan ini membawa konsekuensi dalam pengajaran kemampuan mengapresiasi cerita pendek, guru perlu lebih memprioritaskan aspek kemapuan membaca pemahaman dalam mengembangkan kemampuan mengapresiasi cerita pendek daripada aspek sikap bahasa.