Abstrak


Analisis kekuatan pembuktian keputusan desa dalam proses pemeriksaan sengketa perdata (studi kasus di pengadilan negeri Sragen)


Oleh :
Dwi Atmi Agustiningsih - E0004142 - Fak. Hukum

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kekuatan pembuktian Keputusan Desa dalam proses pemeriksaan sengketa perdata dan mengetahui hambatan apa saja yang timbul dengan diajukannya Keputusan Desa sebagai alat bukti serta mengetahui solusi untuk mengatasi hambatan tersebut. Penelitian ini termasuk jenis penelitian empirik yang bersifat deskriptif. Jenis data penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data yang diperoleh dalam penelitian dikumpulkan melalui wawancara dengan hakim di Pengadilan Negeri Sragen, dan melalui berkas perkara No. 40/ Pdt/ G/ 1984/ PN.Srg., serta melalui studi kepustakaan dengan menggunakan literatur-literatur, himpunan peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun hasil penelitian yang berwujud laporan maupun bentuk-bentuk lain yang berkaitan dengan penelitian yang kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mendapatkan data deskriptif. Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan yaitu : (1) Kekuatan pembuktian Keputusan Desa pada dasarnya adalah seperti akta otentik yaitu lengkap dan sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak dari padanya. Dalam sengketa perdata No. 40/Pdt/G/1984/PN.Srg yang mengajukan Keputusan Desa sebagai alat bukti, dalam sidang Pengadilan Negeri Sragen dimenangkan oleh Penggugat karena hakim menilai bahwa Keputusan Desa tertanggal 26-3-1942 No. 2 bagian I hal lumuntonya sanggan Joikromo yang telah meninggal dunia patok 125 erf 205, bukti P.II dan P.III adalah tidak lengkap dan sempurna seperti akta otentik. Keputusan Desa tersebut tidak memenuhi syarat untuk disebut Keputusan Desa, sehingga dalam proses pemeriksaan sengketa perdata ini hakim mengesampingkan Keputusan Desa tersebut. (2) Hambatan yang timbul dengan diajukannya Keputusan Desa sebagai alat bukti dan solusi untuk mengatasi hambatan tersebut diantaranya adalah telah meninggalnya Perangkat Desa yang membuat Keputusan Desa dan tidak adanya masyarakat setempat yang turut menyaksikan pembuatan Keputusan Desa tersebut, ketika Keputusan Desa tersebut diajukan sebagai alat bukti di persidangan, maka mereka tidak bisa dijadikan saksi mengenai Keputusan Desa yang dimaksud. Untuk mengatasinya hakim dapat menggunakan keyakinannya untuk menilai apakah nama yang tertera dalam Keputusan Desa tersebut merupakan pemilik atas tanah yang menjadi sengketa. Keputusan Desa yang diajukan tidak memenuhi syarat-syarat Keputusan Desa, yaitu berupa penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata, tetapi hanya bersifat catatan saja. Untuk mengatasi hambatan tersebut Pejabat yang berwenang untuk itu harus lebih berhati-hati dalam membuat Keputusan Desa yang memenuhi syarat. Dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) yang mengharuskan peralihan atas hak tanah yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, para pihak tidak tahu peraturan tersebut. Untuk mengatasinya perlu diadakan penyuluhan hukum yang sifatnya terpadu yang dilakukan pihak Badan Pertanahan Nasional, sehingga masyarakat akan mengerti pentingnya sertifikat, dan sosialisasi ke desa-desa melalui perangkat daerah untuk mengiventarisasi tanah mereka di kantor pertanahan guna menjamin tertib hukum dan kepastian atas hak tanah, apabila suatu saat nanti terjadi sengketa tentang kepemilikan hak atas tanah, maka sudah mempunyai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian lengkap dan sempurna.