Abstrak


Perlindungan Hukum Bagi Korban Tindak Pidana Perkosaan Yang Melakukan Aborsi di Indonesia Dalam Perspektif Viktimologi


Oleh :
Vivi Savira - E0016436 - Fak. Hukum

Abstrak

Perlindungan hukum bagi korban perkosaan untuk melakukan aborsi diatur dalam dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Selain perlindungan untuk melakukan aborsi korban juga berhak mendapat ganti kerugian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perlindungan hukum bagi korban perkosaan yang melakukan aborsi dengan menggunakan pendekatan viktimologis dan teori perlindungan hukum sebagai pisau analisis. Ruang lingkup penelitian ini adalah analisis terhadap pasal-pasal tindak pidana terkait serta syarat-syarat bagi korban perkosaan untuk mendapatkan akses aborsi aman yang tidak bisa dipenuhi oleh korban. Penelitian ini juga membahas mengenai perlindungan hukum bagi korban perkosaan yang melakukan aborsi untuk mendapatkan ganti kerugian yang layak yang pada implementasinya tidak berjalan dengan efektif. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konsep serta sumber data sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa pasal-pasal tindak pidana perkosaan dan aborsi dalam hukum positif menimbulkan viktimisasi sekunder bagi korban. Selain itu perlindungan hukum bagi korban perkosaan untuk mengakses aborsi yang aman tidak bisa dijalankan karena terdapat syarat-syarat aborsi pada korban perkosaan dalam peraturan perundang-undangan kesehatan yaitu batas usia kehamilan 40 (empat puluh) hari untuk melakukan aborsi disertai surat keterangan penyidik sebagai bukti tindak pidana perkosaan. Syarat-syarat tersebut sulit untuk dipenuhi korban perkosaan berkaitan dengan dampak fisik, psikis, dan sosiologis korban serta adanya ketidaksesuaian dengan pengaturan mengenai penyidikan di Kepolisian. Selain itu tidak adanya kepastian hukum korban perkosaan mendapat ganti rugi baik dari pelaku dan negara karena pengaturan kompensasi dan restitusi dalam hukum positif yang tidak berpihak pada korban serta proses birokrasi yang rumit. Oleh karena itu, penulis mengusulkan adanya reformulasi atau revisi terhadap batas usia kehamilan untuk melakukan aborsi pada korban perkosaan dengan menyesuaikan kepada aspek biologis dan psikis korban perkosaan serta ketentuan mengenai penyidikan. Penulis juga mengusulkan untuk memasukan tindak pidana perkosaan ke dalam undang-undang khusus yang mengatur lebih lengkap mengenai perlindungan korban untuk mendapatkan ganti rugi serta tidak menimbulkan viktimisasi sekunder pada korban.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Tindak Pidana Aborsi, Korban Perkosaan.