Abstrak


Kajian yuridis mengenai kewenangan pengadilan agama dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah setelah berlakunya undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan undang- undang nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama


Oleh :
Dwi Istiyaningsih - E0003149 - Fak. Hukum

ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Selain itu, untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dengan adanya kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Penelitian ini merupakan penelitian yang diuraikan secara deskriptif dan merupakan penelitian hukum normatif atau doktrinal. Jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan studi dokumen yakni mengkaji isi bahan hukum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku, majalah, koran, cyber media, makalah, artikel dan kamus serta sumber lain yang berkaitan dengan penulisan ini. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif. Penelitian ini menguraikan serangkaian hasil mengenai kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah berkenaan dengan subyek dan obyeknya beserta hal yang terkait didalamnya. Selain itu juga menguraikan mengenai dampak yang ditimbulkan dengan adanya perluasan kewenangan Pengadilan Agama dalam mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Dalam suatu penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan maka baik subyek maupun obyeknya haruslah yang menjadi kewenangan dari lembaga peradilan tersebut. Dalam sengketa perbankan syariah sebagaimana telah menjadi kewenangan dari Pengadilan Agama, yang menjadi subyek di depan pengadilan dan dapat bertindak sebagai pihak penggugat atau pihak tergugat adalah bank syariah dan nasabah. Bank syariah menjadi salah satu subyek yang dapat berperkara di Pengadilan Agama karena merupakan badan hukum yang tunduk pada hukum Islam sesuai dengan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 sebagaimana yang telah dijelaskan dalam penjelasannya. Untuk nasabah sendiri menjadi subyek dari Pengadilan Agama karena sebagai orang yang beragama Islam atau orang yang tunduk pada hukum Islam. Adapun yang menjadi obyek dalam sengketa adalah berupa perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak yakni antara bank syariah dan nasabah, yang didalamnya terdapat hak dan kewajiban para pihak, serta perjanjian tersebut dibuat berdasarkan pada hukum Islam. Sengketa timbul akibat tidak terpenuhinya hak atau kewajiban yang telah di perjanjikan. Selain itu timbul pula benturan terhadap salah satu asas yang dianut oleh Peradilan Agama yakni asas personalitas keIslaman. Ini menyangkut adanya kemungkinan nasabah adalah non muslim. Terhadap benturan ini tidak perlu ada keraguan atas pengajuan sengketa perbankan syariah ke Pengadilan Agama terkait adanya pihak non muslim. Ini dikarenakan perkara tersebut berdasar perjanjian atas kesepakatan bersama yang tunduk pada ketentuan hukum Islam. Perluasan kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah ini memberikan dampak tersendiri. Dampak tersebut diantaranya adalah memberikan dampak positif terhadap perkembangan akad bank syariah terutama dalam pemilihan penyelesaian sengketa yang kemungkinan timbul tidak hanya lewat lembaga arbitrase, tetapi lewat lembaga peradilan yang kompeten dan konsisten dalam menegakkan hukum Islam. Selain itu juga memberikan dampak yang positif pula bagi perkembangan hakim Pengadilan Agama di bidang perbankan syariah dan tidak hanya berkutat pada masalah keluarga saja. Bagi lembaga arbitrase kewenangan Pengadilan Agama untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah ini memberikan dampak bahwa sengketa yang telah diputus oleh lembaga arbitrase tidak lagi dimintakan eksekusinya ke Pengadilan Negeri melainkan ke Pengadilan Agama meski UU No. 30 Tahun 1999 menentukan ke Pengadilan Negeri. Hal ini demi terjaminnya kepastian hukum serta konsistensi terhadap adanya perluasan kewenangan Pengadilan Agama di bidang ekonomi syariah terutama perbankan syariah. Dalam hal ini berlaku atas asas yang menyatakan undang-undang yang berlaku belakangan menbatalkan undang-undang terdahulu.