Abstrak


Pelaksanaan koordinasi antara penyidik polri dan penuntut umum pada tahap pra penuntutan (studi kasus di kejaksaan negeri Surakarta dan poltabes Surakarta)


Oleh :
Anna Diah Pratiwi - E1104230 - Fak. Hukum

ABSTRAK Penulisan Hukum mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai pelaksanaan koordinasi antara penyidik polri dan penuntut umum pada tahap pra penuntutan dan hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan koordinasi antara penyidik polri dan penuntut umum pada tahap pra penuntutan Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Lokasi penelitian di Kantor Kejaksaan Negeri Surakarta dan Poltabes Surakarta. Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi lapangan dengan cara wawancara secara berfokus dan studi kepustakaan baik dari buku-buku, data arsip, dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang ada hubungannya dengan pelaksanaan kordinasi antara penyidik polri dan penuntut umum pada tahap pra penuntutan. Teknik analisis yang digunakan bersifat kualitatif dengan menggunakan model analisa interaktif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, dapat diperoleh hasil bahwa pelaksanaan pelaksanaan koordinasi antara penyidik polri di Poltabes Surakarta dan penuntut umum di Kejaksaan Negeri Surakarta pada tahap pra penuntutan meletakkan dasar-dasar yang mewajibkan adanya mekanisme yang koordinatif yang saling mengawasi mengacu pada yang diatur dalam KUHAP. Pra penuntutan adalah kewenangan penuntut umum untuk mempersiapkan penuntutan yang akan dilakukannya dalam suatu perkara dengan cara mempelajari/meneliti berkas perkara hasil penyidikan yang diserahkan penyidik guna menentukan apakah persyaratan yang diperlukan guna melakukan penuntutan sudah terpenuhi atau belum oleh hasil penyidikan tersebut. Sesuai Pasal 8 ayat (3) huruf a KUHAP dan Pasal 110 ayat (1) KUHAP bahwa penyidikan telah selesai dilakukan maka tahap pertama penyerahkan berkas perkara. Kemudian penuntut umum meneliti berkas perkara dan menentukan sikap apakah hasil penyidkan sudah lengkap atau belum dalam waktu 7 hari dihitung sejak tanggal menerima berkas perkara dari penyidik (Pasal 138 ayat (1) KUHAP). Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut belum lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara pada penyidik dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal menerima berkas perkara disertai petunjuk guna melengkapi hasil penyidikan, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan. Dan dalam batas waktu 14 hari sejak penerimaan kembali berkas perkara dari penuntut umum, penyidik harus sudah mengirimkan kembali berkas perkara pada penuntut umum dengan disertai hasil penyidikan tambahan (Pasal 110 ayat (2), ayat (3) dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP). Dalam hal ini bolak-balik berkas perkara antara penyidik dengan penuntut umum sering terjadi. Sesuai Pasal 110 ayat (4) KUHAP apabila penuntut umum menyatakan berkas perkara lengkap atau penyidikan dianggap selesai atau dalam batas waktu 14 (empat belas) hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara. Maka penyidik dapat menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti pada penuntut umum (Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP). Hambatan dalam pelaksanaan koordinasi tersebut antara lain dalam KUHAP tidak ditentukan berapa kali penyerahan/penyampaian kembali berkas perkara secara timbal balik dari penyidik kepada penuntut umum, tidak adanya sanksi terhadap Pasal 110 ayat (2), ayat (3) KUHAP dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP, dari penyidik polri yang menilai penuntut umum dalam memberikan petunjuk kurang jelas dan petunjuk di luar konteks pembuktian tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka serta dari penuntut umum bahwa adanya keterlambatan pengiriman SPDP, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima petunjuk dari penuntut umum, penyidik belum dapat mengembalikan berkas perkara dikarenakan penyidikan tambahan belum selesai, berkas perkara yang telah dinyatakan lengkap tetapi tidak diikuti penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti dari penyidik ke penuntut umum.