ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan penetapan mengabulkan atau menolak permohonan izin perkawinan beda agama serta kekuatan hukum penetapan permohonan perkawinan beda agama. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum empiris. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jenis data primer dan jenis data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara, yaitu dengan cara mengadakan wawancara langsung dengan Hakim dan Panitera Pengadilan Negeri Surakarta, yakni Bapak Pragsono, S.H dan Bapak Hendra Bayu Broto Kuntjoro, S.H. dan menggunakan metode studi pustaka yaitu dengan cara mengumpulkan bahan yang berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan bahan pustaka lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Analisis data yang digunakan merupakan analisis data kualitatif, yaitu apa yang dilakukan oleh responden secara tetulis atau lisan, dan perilaku yang nyata dan diteliti yang dipelajari sebagai suatu yang nyata dan utuh. Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa ada beberapa alasan yang mendasari Hakim dalam menjatuhkan penetapan perkawinan beda agama, alasan tersebut dapat terbagi menjadi dua aspek, yaitu dari aspek sosial dan aspek yuridis. Alasan mengabulkan permohonan tersebut diuraikan sebagai berikut: Negara tidak dapat melarang dan menghalangi seseorang untuk melaksanakan perkawinan. Serta menghindarkan dan mencegah perilaku asusila dalam masyarakat (kumpul Kebo). Serta adanya berbagai peraturan perundangan yang menyebutkan seseorang bebas melaksanakan hak dan kewajibanya sebagai pemeluk suatu agama, termasuk di dalamnya adalah mempertahankan agama dan kepercayaan yang dianut tersebut. Sedangkan alasan menolak permohonan perkawinan beda agama tersebut adalah Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang nomor 1 tentang Perkawinan menyatakan perkawinan yang sah dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan. Penetapan perkawinan beda agama yang diberikan oleh hakim bersifat mengikat bagi kedua belah pihak yang mengajukan permohonan perkawinan beda agama, dan mempunyai kekuatan pembuktian.