Abstrak


Penyelesaian Sengketa Kemasyarakatan Melalui Peradilan Adat di Provinsi Aceh


Oleh :
Puji Dwi Lestari - E0016337 - Fak. Hukum

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kedudukan Peradilan Adat di Provinsi Aceh dalam sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia dan mekanisme penyelesaian sengketa melalui Peradilan Adat di Provinsi Aceh. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif bersifat deskriptif-analitis untuk menemukan penjelasan peraturan perundangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan dalam penelitian. Pendekatan yang digunakan adalah dengan pendekatan perundang-undangan. Adapun untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan analisis mengenai apa yang seyogyanya digunakan jenis bahan hukum primer, sekunder dan tersier sebagai bahan pengkajian dengan teknik pengumpulan bahan hukum studi dokumen atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektronik (internet).

Kedudukan Peradilan Adat Aceh berdasarkan  theorie von stufenufbau der rechtsordnung ada pada tingkat aturan pelaksanaan atau Verordnung en Autonome Satzung. Peradilan Adat Aceh disebutkan secara langsung dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 60 tahun 2013, sehingga keberlakuannya Peradilan Adat Aceh terbatas pada wilayah Aceh dan tidak dapat diberlakukan di wilayah lain. Dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009, peradilan adat Aceh belum memiliki posisi yang jelas dalam sistem kekuasaan kehakiman namun peradilan adat Aceh merupakan suatu penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui Peradilan Adat Aceh dapat dikategorikan sebagai Alternative Dispute Resolution (ADR), lebih spesifik Peradilan Adat Gampong dan Mukim di Aceh dapat dipersamakan dengan mediasi penal. Peradilan Adat Aceh dilaksanakan dalam dua tingkatan, tingkat pertama yaitu Peradilan Gampong, dan tingkat banding dilaksanakan dalam Peradilan Mukim. Peradilan Tingkat Mukim merupakan upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan dalam yurisdiksi adat. Perkara-perkara pidana berat atau sengketa-sengketa yang tidak dapat diselesaikan pada tingkat Mukim, akan diselesaikan oleh lembaga Peradilan Negara sesuai dengan ketentuan undang-undang. Putusan Peradilan Adat di Aceh bersifat final dan mengikat, tetapi dalam praktiknya terdapat perkara yang telah diselesaikan di Peradilan Adat Gampong kemudian diproses kembali di lingkungan peradilan lainnya, maka Putusan Peradilan Adat sebelumnya dapat dijadikan sebagai alat bukti surat.