;

Abstrak


Kajian Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang Bersifat Final and Binding ditinjau dari Perspektif Teori Sistem Hukum


Oleh :
Febrian Indar Surya Kusuma - S311808002 - Fak. Hukum

Guna memahami kedudukan Putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung 
sebagai Lembaga Yudikatif yang berhak untuk melakukan prosedus Constitutional 
dan Judicial Review, analisis dilakukan dengan menggunakan metode penelitian
yuridis normatif dan doctrinal untuk melihat Perubahan yang dilakukan terhadap 
muatan materiil pada sebuah Peraturan Perundang- Undangan dapat terjadi pasca 
adanya proses Constitutional review oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sebagai 
lembaga yang berwenang untuk menjaga konstitusionalitas dari aturan hukum di 
Indonesia, tidak jarang putusan yang dikeluarkan oleh MK kemudian malah 
diabaikan oleh Mahkamah Agung maupun para pencari keadilan yang berusaha 
untuk tidak menggunakan norma baru pasca judicial review yang kemudian juga 
mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum. Telaah filosofis terhadap maxim 
‘final and binding’ yang menjadi sifat dari putusan MK dilakukan dengan 
menggunakan teori norma dasar milik Hans Kelsen untuk menemukan rantai 
validitas dari putusan tersebut. Selanjutnya, dengan menggunakan teori sistem 
hukum yang dikemukakan oleh Joseph A. Raz dan konsep logika deontic yang 
dipostulatkan oleh Eugenio Buligyn, terlihat kedudukan putusan MK di dalam 
hierarki sistem Perundang- Undangan di Indonesia sebagai dasar kekuatan hukum 
dari putusan MA dan norma baru yag dibuat oleh MK pasca Constitutional review. 
Dari analisis tersebut terlihat bahwa putusan yang dikeluarkan oleh MA telah 
menyalahi rantai validitas karena mengabaikan putusan MK yang seharusnya 
menjadi salah satu dasar pertimbangannya. Kendati demikian, putusan tersebut 
tetap memiliki kekuatan hukum yang mengikat. sebagai solusi jangka pendek maka 
perlu adanya MoU yang dibuat oleh MK dan MA sebagai pengikat antar lembaga 
yudikatif dan perlu adanya revisi terhadap Undang- Undang yang dibuat oleh DPR 
sehingga terjadi singkronisasi antar Peraturan Perundang- Undangan.