Abstrak


Aplikasi NAA dan BAP Terhadap Pertumbuhan Nodus Bambu Wulung (Gigantochloa atroviolacea) Secara In Vitro


Oleh :
Desy Amalia Amanaf - H0717032 - Fak. Pertanian

Bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea) atau bambu wulung merupakan salah satu jenis bambu yang dimanfaatkan oleh masyarakat karena memiliki banyak fungsi. Bambu wulung memiliki buluh berwarna hijau kehitaman dan termasuk salah satu jenis bambu komersial yang sudah dikembangkan di Indonesia. Peningkatan jumlah bibit yang unggul diperlukan agar tercukupi permintaan bambu yang kian meningkat.  Perbanyakan bambu secara generatif dengan cara menyemai biji sulit dilakukan karena biji tanaman bambu sangat sulit diperoleh, viabilitas benih rendah, benih tidak dapat disimpan lama, dan mudah terkena serangan hama dan penyakit. Penanaman bambu melalui teknik kultur jaringan dapat menghasilkan jumlah bibit lebih banyak dibanding secara konvensional. Media yang digunakan dalam penelitian ini yaitu media MS. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan yaitu ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) yang terdapat pada media kultur. Zat pengatur tumbuh yang digunakan pada penelitian ini yaitu NAA dan BAP dengan konsentrasi yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh pemberian NAA dan BAP yang tepat terhadap pertumbuhan eksplan bambu. 

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2020 – Mei 2021 di Laboratorium Bioteknologi dan Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor dengan dua belas kombinasi perlakuan dan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu BAP dengan konsentrasi 0 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm dan konsentrasi NAA 0 ppm,  0,5 ppm, 1 ppm sebagai faktor kedua. Variabel yang diamati yaitu waktu muncul tunas, waktu muncul daun, jumlah tunas, jumlah daun, dan tinggi tunas. Hasil dari penelitian ini yaitu Kombinasi BAP 3 ppm dan NAA 1 ppm mampu menghasilkan rata-rata tunas tercepat pada 2,33 HST dan rata-rata tunas tebanyak 1,33 buah. Konsentrasi BAP 3 ppm mampu menghasilkan rata-rata tunas tercepat pada 2,67 HST. Pemberian faktor tunggal NAA 1 ppm mampu menghasilkan rata-rata tunas tercepat pada 3,5 HST.