Abstrak


Perkembangan busana tradisional Beskap di lingkungan Pura Mangkunegaran Surakarta pada masa Sri Mangkunegoro IV periode 1853-1881


Oleh :
Glorius Oktora Wardana - C0500033 - Fak. Sastra dan Seni Rupa

ABSTRAK Abad XIX masyarakat Surakarta memiliki suatu kekuatan kultural yang kuat dalam hal tata busana. Begitu juga dengan pengaruh mode pakaian masyarakat Eropa di Hindia Belanda abad XIX juga masih terpengaruh oleh gaya busana pada masyarakat aristokrat Eropa. Mode pakaian menjadi lahan yang subur di Hindia Belanda. Kegiatan yang dilaksanakan di gedung-gedung pertemuan (Soosleven) memberi suatu bentuk pengaruh yang kuat bagi masyarakat lokal untuk menirunya. Busana Jawa yang disebut Busana Jangkep adalah busana kebesaran masyarakat Jawa pada lingkungan keraton yang dalam perkembangannya mempunyai banyak pengaruh dari budaya Barat (Eropa). Sebut saja Atelah, Sikepan, Takwa, dan Beskap. Kemudian muncul pakaian yang dinamakan jas Langenharjan, yang mempunyai bentuk dasar sebuah jas Eropa (Europa Jasje) atau rokkie Walandi yang dimodifikasi, sebagai simbol diterimanya pengaruh Eropa dalam budaya Jawa sebagai bagian dari modernisasi. Perkembangan busana tradisional di Mangkunegaran secara tidak langsung terdongkrak karena perombakan struktur birokrasi yang dijalankan Sri Mangkunegoro IV. Kemunculan Beskap Langenharjan memberikan sebuah gagasan yang cemerlang sebagai sebuah pakaian Jawa modern dari Mangkunegoro IV yang kemudian oleh Paku Buwana IX ditetapkan menjadi busana Jawa yang sangat kaya akan nilai-nilai filosofis, estetika dan pragmatis dalam budaya Jawa di Indonesia ini. Kata kunci: Beskap, Busana Jawa, Budaya.