Penelitian ini mendeskripsikan dan mengkaji permasalahan, pertama
Apakah peranan saksi mahkota dalam pembuktian perkara pidana penyiraman air keras terhadap Penyidik KPK Novel Baswedan sesuai dengan nilai keterbuktian Pasal 183 KUHAP. Kedua, bagaimanakah keberadaan saksi mahkota dalam hukum acara pidana Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif bersifat preskriptif. Sumber hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, selanjutnya teknik analisis bahan hukum dengan metode silogisme melalui pola berpikir deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan saksi mahkota dalam perkara pembuktian penyiraman air keras terhadap Penyidik KPK Novel Baswedan dalam Putusan Nomor 372/Pid.B/2020/PN. Jkt Utr.telah bersesuai dengan nilai keterbuktian pada Pasal 183 KUHAP. Hal ini dikarenakan hakim dalam menggunakan peranan saksi mahkota pada perkara tersebut telah membpertimbangkan nilai alat bukti dan kesesuain keterangan saksi mahkota dengan alat bukti lainya, kemudian terpenuhilah minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana pada Pasal 184 KUHAP. Selanjutnya kebaradaan saksi mahkota dalam hukum acara pidana di Indonesia yang menuai pro kontra, akan tetapi penggunaan saksi mahkota sangatlah diperlukan untuk mengungkap fakta peristiwa dan menunjuk siapa pelaku yang sebenarnya. Kebaradaan saksi mahkota di Indonesia menjadi hal yang biasa dengan prosedur-prosdur yang telah ditetapkan. Saksi mahkota memberikan peranan yang peting dalam suatu perkara yang sangat minim ditemukan alat buktinya. Di Indonesia kebaradaa saksi mahkota telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tetang Perlindungan Saksi dan Korban hanya saja saksi mahkota disebut dengan nama lain yaitu saksi pelaku, selain itu pengatuannya telah di rancang dalam Pasal 200 BAB XII Bagian Ketujuh tentang Saksi Mahkota RUU KUHAP.
Kata Kunci : Saksi Mahkota, Pembuktian, KUHAP