Abstrak


Analisis Yuridis Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Rekaman Suara yang Diperoleh dari Penyadapan dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor 15/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Sby)


Oleh :
Melita Amelia Yuniarum - E0017296 - Fak. Hukum

Tujuan penelitan ini adalah untuk mengetahui tentang kewenangan penyadapan serta kekuatan alat bukti rekaman suara hasil penyadapan sebagai dokumen elektronik dalam proses pembuktian hukum acara pidana di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah normatif atau doktrinal dengan pendekatan kasus (case study). Hasil penelitian ini yaitu penyadapan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan suatu tindakan yang legal karena dilakukan demi kepentingan hukum, asalkan dilakukan oleh petugas yang berwenang dan dengan prosedur yang tepat, berdasarkan Pasal 12 UU KPK. Rekaman suara dari hasil penyadapan dikategorikan sebagai informasi elektronik atau dokumen elektronik berdasarkan UU ITE yang diatur pada Pasal 1 ayat (1) dan ayat (4). Kemudian sehubungan dengan KUHAP berdasarkan Pasal 188 ayat (2) jo Pasal 26A Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 atas perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, rekaman suara sebagai dokumen elektronik dinilai sebagai alat bukti surat, yang merupakan bagian dari perluasan alat bukti petunjuk. Berdasarkan dasar hukum tersebut, rekaman suara hasil penyadapan memiliki kekuatan pembuktian yang penuh, atau dapat dikatakan merupakan alat bukti yang kuat dan sah serta tidak dapat dibantahkan.