Abstrak


Penerapan Keadilan Restoratif sebagai Upaya Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Penggelapan di Kepolisian Resor Pekalongan Kota


Oleh :
Rania Rizqi Saputri - E0018331 - Fak. Hukum

Penyelesaian perkara melalui jalur pengadilan atau litigasi dinilai kurang memberikan rasa keadilan bagi para pihak yang berperkara serta tidak memulihkan keadaan seperti semula sebelum terjadinya tindak pidana. Waktu yang harus dilalui para pihak melalui jalur litigasi juga tidak sebentar, prosesnya yang formal, panjang dan rumit terkadang menjadikan lamanya penyelesaian sebuah perkara. Oleh karena itu muncul gagasan sebuah alternatif baru dalam proses penyelesaian perkara pidana yaitu restorative justice yang dinilai dapat mengatasi permasalahan yang selama ini dialami dalam sistem peradilan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan restorative justice di Kepolisian Resor Kota Pekalongan serta mengetahui hambatan kepolisian dalam penerapan restorative justice sebagai upaya menyelesaikan perkara tindak pidana penggelapan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif analitis. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual yang mengkaji dan menjelaskan masalah restorative justice di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan restorative justice di Polres Pekalongan Kota berdasarkan permohonan para pihak yang mana penyidik akan segera melakukan klarifikasi dan mengadakan pertemuan untuk mediasi bagi para pihak. Semua kesepakatan diserahkan kepada para pihak dan tidak boleh ada campur tangan pihak lain termasuk kepolisian. Tidak ada batas waktu yang ditentukan dalam penyelesaian perkara menjadikan hasil kesepakatan betul-betul berkualitas dan sangat sesuai dengan keinginan para pihak sehingga rasa keadilan bagi para pihak dapat tercapai. Hambatan yang dihadapi kepolisian dalam menerapkan restorative justice sebagai upaya menyelesaikan perkara tindak pidana penggelapan diantaranya: masih banyak pihak yang belum mengetahui terkait penerapan restorative justice; keluarga korban menganggap bahwa penyelesaian perkara menggunakan restorative justice belum bisa mewakili pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan; Tuntutan dari pihak korban terkadang melebihi kesanggupan dari pelaku; pelaku merupakan residivis; Pelaku kurang kooperatif terhadap korban setelah terjadinya tindak pidana; Sulitnya menentukan waktu pertemuan diantara para pihak.