Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan mengenai kepemilikan status Hak Milik atas tanah bagi pasangan yang melangsungkan Perkawinan Campuran dan mengetahui pertimbangan hakim dalam mengeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.69/PUU-XIII/2015 serta menganalisis implikasi dari Putusan tersebut terhadap pasangan yang melaksanakan Perkawinan Campuran.
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah normatif yang bersifat preskriptif dan terapan dan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan teknik studi kepustakaan (studi dokumen). Teknik analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif dengan pola pikir deduksi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa untuk memiliki tanah dengan status Hak Milik hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, namun bagi WNI yang melangsungkan Perkawinan Campuran diharuskan untuk membuat perjanjian perkawinan agar dapat memiliki status Hak Milik. Pertimbangan Hakim dalam mengeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 disebabkan oleh terpenuhinya syarat bahwa dalam hal ini pemohon telah dirugikan dan didiskriminasi haknya karena Pasal-Pasal yang berlaku. Hasil dari Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 berimplikasi pada Perjanjian Perkawinan yang semula hanya dapat dibentuk sebelum perkawinan, menjadi dapat dilakukan baik sebelum dan sesudah ikatan perkawinan berlangsung.