Abstrak


Komersialisasi Potensi Pasarean Gunung Kawi Melalui Industri Pariwisata


Oleh :
Dwi Sulistyorini - T151508006 - Sekolah Pascasarjana

Pasarean Gunung Kawi merupakan ruang sakral bagi tumbuhnya fenomena religius. Peziarah datang dari berbagai latar belakang etnis maupun agama. Di tempat ini disemayamkan dua tokoh penyebar agama Islam di wilayah Malang, yaitu Eyang Djoego dan R.M Iman Soedjono. Keduanya memiliki garis keturunan dengan Keraton Mataram serta pengikut setia Pangeran Diponegoro. Seiring dengan meningkatnya potensi-potensi yang ada di wilayah ini, nilai-nilai sakralitas yang ada mulai menurun. Hal ini karena pengembangan kawasan religius mengarah pada pengembangan kawasan wisata yang bernilai profan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan mengungkapkan potensi yang ada di pasarean Gunung Kawi, mendeskripsikan proses komersialisasi potensi pasarean Gunung Kawi melalui industri pariwisata, dan menjelaskan alasan potensi pasarean Gunung Kawi dikomersialkan melalui industri pariwisata.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan kajian naturalistic inquiry untuk mengungkapkan esensi makna dari suatu fenomena yang dialami individu. Perkembangan pariwisata di pasarean Gunung Kawi berkembang secara alami karena masyarakat mendukungnya. Penelitian dilakukan di desa Wonosari, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sumber data penelitian ini adalah (1) informan, (2) peristiwa, dan (3) dokumen. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui (1) wawancara mendalam, (2) obervasi partisipasi, dan (3) studi dokumen. Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa (1) peneliti, (2) panduan wawancara, (3) catatan lapangan, dan (4) alat rekam. Teknik analisis data dilakukan dengan model analisis interaktif, terdiri dari (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) interpretasi data, dan (4) penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut. Pertama, pasarean menjadi arena kontestasi potensi-potensi yang dilakukan oleh agen-agen yang terlibat di dalamnya. Potensi ekonomi utama yang dimiliki kawasan pasarean Gunung Kawi adalah yayasan Ngesti Gondo. Yayasan Ngesti Gondo didirikan oleh ahli waris keturunan R.M Iman Soedjono. Dalam pengelolaannya, Yayasan Ngesti Gondo membutuhkan teknologi produksi kegiatan di kompleks pasarean Gunung Kawi. Berbagai bentuk teknologi tersebut, seperti sistem pengelolaan pedagang dan perlengkapan penunjang ritual utamanya dapur pasarean. Potensi sosial terbesar yang dimiliki oleh kawasan ini adalah jaringan sosial antara pasarean Gunung Kawi dengan pemerintah pusat, daerah, dan media massa. Jaringan sosial ini merupakan potensi sosial terkuat yang dimiliki oleh pasarean Gunung Kawi karena tidak hanya memberikan akses terhadap pengembangan kawasan, tetapi juga pengubahan representasi citra pasarean sebagai destinasi wisata. Potensi-potensi budaya yang dimiliki oleh pasarean Gunung Kawi mencakup kekayaan potensi budaya yang terkandung, objektifikasi potensi budaya, dan potensi budaya terlembagakan. Di pasarean Gunung Kawi, potensi budaya terkandung adalah 1) ikatan pasarean Gunung Kawi dengan keraton Yogyakarta dan Surakarta,
2) multikulturalisme, dan 3) budaya hybrid. Objektifikasi potensi budaya tersebut berbentuk perlengkapan ritual dan penunjang ritual serta pertunjukan. Potensi budaya terlembagakan merupakan pengakuan lembaga formal atas potensi budaya yang dimiliki oleh yayasan Ngesti Gondo, Pak Yana ketua yayasan sebagai ahli waris sah pengelola pasarean Gunung Kawi. Berbagai akumulasi potensi yang dimiliki kawasan ini menjadikannya berhasil dalam proses komersialisasi yang terjadi.

Kedua, proses komersialisasi pasarean Gunung Kawi berkembang dalam tiga periode, yaitu kurun waktu 1960-an, 1980-an, dan tahun 2000-an hingga saat ini. Proses komersialisasi yang terjadi dilakukan dalam sebuah siklus produksi, distribusi, dan konsumsi yang saling berpengaruh satu sama lain. Proses produksi representasi pasarean Gunung Kawi sebagai tempat yang mistis menjadi ruang profan (wisata). Hal tersebut dilakukan melalui media massa lokal, regional, maupun nasional yang mencitrakan pasarean sebagai tempat peninggalan sejarah, memberi berkah kepada pengunjung, ikon wisata budaya dan religius. Pembentukan representasi tersebut didukung oleh pemerintah Kabupaten Malang dan yayasan Ngesti Gondo, sebagai pengelola, yang turut mencitrakan kawasan pasarean sebagai sebuah ruang budaya dibandingkan dengan ruang sakral (mistis). Melalui sistem tersebut komersialisasi yang diciptakan telah mampu menarget dua pangsa pasar sekaligus yang berpotensi terhadap pemasukan, yaitu peziarah dan wisatawan. Untuk tetap menjaga keberlangsungan komersialisasi ritual ziarah, pihak-pihak tersebut, menciptakan suatu barang produksi, yaitu narasi keberhasilan peziarah dan berbagai atraksi budaya. Adanya proses konsumsi yang terjadi memperlihatkan adanya dua cara konsumsi yang berbeda. Pengunjung mengonsumsi kawasan ritual ziarah di pesarean Gunung Kawi sebagai sebuah bentuk ruang sakral yang tidak berubah meksipun telah terjadi berbagai perubahan di dalamnya. Pengunjung juga menikmati berbagai atraksi budaya yang telah dihasilkan. Komersialisasi terhadap ruang sakral menjadi sebuah destinasi wisata tidak selalu menyebabkan desakralisasi terhadap nilai-nilai religius yang ada. Komersialisasi terhadap ruang sakral, pasarean Gunung Kawi, tidak semerta-merta menghilangkan nilai-nilai autentisitas yang ada. Perubahan pada autentisitas hanya terjadi dalam konteks bangun fisik, sosial, dan budaya yang mengelilinginya.

Ketiga, magnet yang menarik minat pengunjung datang ke pasarean Gunung Kawi pada awalnya adalah tokoh Eyang Djoego dan R.M Iman Soedjono sebagai pemuka agama Islam dari keraton Mataram dan narasi-narasi keberhasilan peziarah, utamanya pengusaha-pengusaha etnis Tionghoa. Gejala awal munculnya komersialisasi disebabkan oleh adanya peluang transaksi ekonomi yang sangat besar yang bisa dihasilkan dari aktivitas ritual ziarah di pasarean Gunung Kawi. Munculnya komersialisasi pasarean Gunung Kawi karena adanya potensi ekonomi yang mendukung, yaitu motivasi peningkatan kesejahteraan pengelola (yayasan Ngesti Gondo), Pemerintah Desa Wonosari dan Kabupaten Malang, dan masyarakat lokal, peningkatan pendapatan industri wisata daerah, kapitalisme dan industri pariwisata. Potensi sosial adanya jaringan sosial antara yayasan Ngesti Gondo dengan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, donatur, dan media massa. Potensi budaya adanya pengembangan kawasan ritual sebagai taman wisata. Potensi simbolik adanya hegemoni pemerintah terhadap yayasan Ngesti Gondo.