Abstrak


Mental Disorder dalam Perspektif Collaborative Governance di Kota Surakarta (Studi Kasus Penanganan Mental Disorder di Kota Surakarta)


Oleh :
Vita Susanti - D0117101 - Fak. ISIP

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses collaborative governance dan efektivitas collaborative governance dalam menangani mental disorder di Kota Surakarta. Kesejahteraan masyarakat menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara sesuai yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 34 ayat 3 yang berbunyi “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang baik”. Kajian collaborative governance dalam menangani mental disorder di ambil dari Undang – Undang No 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa Pasal 3 ayat d menyebutkan bahwa upaya kesehatan jiwa bertujuan memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan melalui promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative bagi ODMK (orang dengan masalah kejiwaan) dan ODGJ (orang dengan gangguan jiwa). Aspek kajian menggunakan teori dari Emerson dan Nabatchi (2012), pada aspek proses collaborative governance menggunakan sub aspek dinamika kolaboratif dengan indikator: (1) keterlibatan prinsip bersama; (2) motivasi bersama; (3) kapasitas untuk tindakan bersama. Sedangkan pada aspek efektivitas collaborative governance menggunakan sub aspek seperti: (1) konteks sistem; (2) dinamika kolaboratif; dan (3) tindakan kolaboratif. Teknik penentuan informan menggunakan purposive sampling dengan wawancara, dokumentasi dan observasi sebagai validasi data atau biasa disebut analisis triangulasi. Selanjutnya analisis data menggunakan Miles dan Huberman dengan tahapan sebagai berikut: (1) reduksi data; (2) penyajian data; dan (3) menarik kesimpulan.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi berjalan melalui tahap: (1) pengungkapan (discovery); (2) definisi (definition); (3) saling percaya (mutual trust); (4) pemahaman (understanding); (5) legitimasi internal (internal legitimacy); (6) pengetahuan (knowledge). Namun, proses collaborative governance belum berjalan efektif. Beberapa indikator menjadi penyebabnya: seperti masih belum ada dasar hukum yang mempayungi berupa MOU secara terintegrasi, anggaran yang terbatas dan masih mengandalkan donasi dari masyarakat umum, kepedulian masyarakat masih kurang dan masih adanya stigma negatif di dalam masyarakat, musyawarah dan pertemuan belum terintegrasi secara keseluruhan, kurangnya komitmen bersama dan belum adanya lead sector yang pasti.  

Kata Kunci: Collaborative Governance, Mental Disorder