Abstrak


Rekonstruksi Pengaturan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Berbadan Hukum Koperasi Sebagai Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia


Oleh :
Solikhah - T311708021 - Sekolah Pascasarjana

Penelitian disertasi ini mengkaji dan menjawab permasalahan mengapa sebagian besar Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) memilih berbadan hukum koperasi dan tidak mendaftarkan diri sebagai lembaga keuangan mikro serta bagaimana rekonstruksi pengaturan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dalam upaya memberikan perlindungan kepada masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris untuk merumuskan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) berbadan usaha perkoperasian sebagai lembaga keuangan mikro sehingga dapat memberikan perlindungan dan pelayanan secara optimal kepada masyarakat. Sedangkan jenis datanya berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari BMT belum berbadan hukum, BMT yang paling besar asetnya dan BMT yang paling lama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan BMT sedangkan bahan hukum sekunder berupa disertasi sebelumnya dan jurnal ilmiah yang berkaitan dengan BMT. Teknik pengumpulan bahan hukum melalui teknik wawancara dengan analisis yuridis kualitatif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa BMT menggunakan badan usaha perkoperasian karena beberapa faktor yaitu ekonomi, regulasi dan sosiologis. Faktor ekonomi bahwa persyaratan, perijinan koperasi paling sederhana, mudah diterapkan di Indonesia, cakupan wilayah koperasi lebih luas mencakup lintas desa, lintas kecamatan bahkan tingkat nasional. Faktor regulasi bahwa pengawasan dari dinas koperasi lebih longgar, sanksi penyalahgunaan koperasi ringan meliputi teguran, sanksi administrasi, pembekuan, pencabutan izin usaha dan pembubaran. Aspek sosiologis bahwa tipe masyarakat lebih familiar dengan koperasi. BMT tidak mau mendaftar sebagai lembaga keuangan mikro karena beberapa faktor yaitu ekonomi, regulasi dan sosiologis. Faktor ekonomi bahwa persyaratan, perijinan lembaga keuangan mikro lebih rumit  harus mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan, cakupan wilayah usaha Otoritas Jasa Keuangan lebih sempit dalam wilayah satu desa, satu kecamatan maupun satu kabupaten. Faktor regulasi bahwa pengawasan dari otoritas jasa keuangan ketat, sanksi penyalahgunaan kewenangan BMT berat meliputi sanksi tertulis, denda, pembekuan usaha, pemberhentian direksi atau pengurus, pencabutan izin usaha dan sanksi pidana. Faktor sosiologis bahwa masyarakat masih memerlukan adaptasi untuk mengenal lembaga keuangan mikro. Model rekonstruksi pengaturan BMT yang tepat adalah BMT berbadan usaha  perkoperasian dengan mendaftarkan sebagai lembaga keuangan mikro sehingga meminimalisir penyalahgunaan kewenangan BMT.

Kata Kunci : Badan Usaha, Koperasi, Keuangan Mikro