Abstrak


Interaksi Aktor dalam Pelaksanaan Inovasi Kemiskinan dan Peningkatan Kesejahteraan Berkelanjutan (Ikat Rajut) di Kabupaten Temanggung


Oleh :
Fefy Nur Khumaedah - D0118040 - Fak. ISIP

Inovasi Kemiskinan dan Peningkatan Kesejahteraan Berkelanjutan (Ikat Rajut) merupakan inovasi mengenai penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan dengan mengkolaborasikan peran pemerintah, lembaga non pemerintah atau swasta, masyarakat atau komunitas peduli kemiskinan, pemerintah desa, anak muda kreatif, dan stakeholder lainnya. Namun dalam implementasinya, masih mengalami beberapa permasalahan yaitu belum optimalnya pola interaksi antar aktor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai interaksi antar aktor dalam pelaksanaan Inovasi Kemiskinan dan Peningkatan Kesejahteraan Berkelanjutan (Ikat Rajut) di Kabupaten Temanggung beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Data yang telah diperoleh kemudian dilakukan analisis menggunakan model analisis interaktif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman dimana terdapat tiga komponen utama analisis yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Selanjutnya, guna menguji keabsahan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi teknik. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dipahami bahwa tipe interaksi antar aktor dalam pelaksanaan Ikat Rajut yang dianalisis menggunakan tipe interaksi dalam penggunaan kekuasaan antar institusi menurut Stone, cenderung mengarah pada tipe non decisional making dan tipe systemic. Sementara faktor yang mempengaruhi interaksi antar aktor dalam pelaksanaan Ikat Rajut dilihat melalui tiga elemen dinamis, yaitu persepsi, sumber daya, dan cara kerja. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan interaksi aktor dalam pelaksanaan Ikat Rajut adalah kesamaan persepsi terkait konsep Ikat Rajut; komitmen, kemauan, kepedulian, solidaritas SDM; kemudahan mengakses informasi/data; dan pola interaksi secara regulation. Sementara itu, faktor yang bermasalah adalah perbedaan persepsi terkait indikator orang dikatakan miskin, pergantian SDM yang dinamis, SDM yang belum memiliki keberanian untuk all out, keterbatasan anggaran, dan koordinasi yang belum dilakukan secara berkelanjutan.