Abstrak


Spiritualitas Perempuan Penghayat: Studi Interpretatif terhadap Religi, Religiusitas, dan Makna Menjadi Perempuan Pengahayat Kapribaden di Kabupaten Tulungagung


Oleh :
Risma Nur Chamidah - D0318055 - Fak. ISIP

Spiritualitas sebagai pengalaman subyektif perempuan di negara yang masih mengakar kultur patriarki nampaknya masih cukup ditabukan. Sejarah panjang Indonesia yang disebut sebagai bangsa religius ini nampaknya belum cukup membuat aliran kepercayaan sebagai agama asli Nusantara mendapatkan tempatnya kembali, meski agama formal datang dan bersinkretis dengan budaya nusantara berjalan amat damai. Salah satunya aliran keperayaan Kapribaden yang berasal dari Purworejo, Jawa Tengah. Fokus dalam studi ini berupaya mengkaji spiritualitas hasil dari pemaknaan subjektif perempuan penghayat Kapribaden, sedangkan lokus studi ini berada di Kabupaten Tulungagung. Tujuan dari studi ini berupaya mengetahui makna menjadi seorang perempuan penghayat kepercayaan Kapribaden, mengetahui implikasi dari spiritualitas terhadap kehidupan sebagai perempuan penghayat aliran kepercayaan Kapribaden, sekaligus menganalisis relasi sosial yang terjadi antara perempuan penghayat Kapribaden dengan keluarga, masyarakat dan pemerintah. Studi ini mengambil arah paradigma kualitatif intepretatif, di mana data primer berasal dari wawancara tujuh narasumber dan observasi, sedangkan data sekunder berasal dari hasil studi pustaka dan dokumentasi. Data yang diperoleh kemudian dibedah menggunakan analisis teori sosiologi agama dan gender. Sedangkan teknik pengambilan sempel dilakukan menggunakan purposive sampling. Hasil studi menunjukkan bahwa makna tentang identitas diri terbangun atas dasar ketentraman emosional yang dirasakan serta prinsip mardika yang membedakan pemaknaan ajaran Kapribaden dengan agama formal. Implikasi atas spiritualitas mereka dapat dilihat dalam pekerjaan, kehidupan keluarga dan cara mereka menyikapi ujian. Sedangkan ralasi mereka dengan keluarga berjalan setara dalam keberagaman religi, begitu pula relasi dengan masyarakat sekitar, namun sempat terjadi hambatan akibat belum meratanya pemahaman pemerintah desa terhadap layanan perubahan kolom agama dalam e-KTP.