Abstrak


Implementasi Kebijakan Travel Ban sebagai Instrumen Politik Koersif China dalam Konflik Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) dengan Korea Selatan


Oleh :
Helmi Yoga Pratama - D0416022 - Fak. ISIP

Kenaikan China ke status aktor utama dalam pasar pariwisata internasional telah memungkinkan China untuk menggunakan pariwisata tidak hanya sebatas pendorong perekonmian negara, namun juga instrumen politik koersif untuk mencapai kepentingan nasional. Sebagai bentuk pembalasan terhadap Korea Selatan atas instalasi sistem pertahanan missile THAAD, China menerapkan travel ban atau pembatasan perjalanan wisata ke Korea Selatan. Performa sektor pariwisata Korea Selatan sangat bergantung pada China sebagai sumber terbesar, baik dari jumlah wisatawan maupun jumlah pengeluaran. Ketergantungan ini menimbulkan kerentanan (vulnerability) dan sensitivitas (sensitivity) bagi Korea Selatan yang selanjutnya dapat digunakan China untuk memaksa Korea Selatan menghapus instalasi dan pengembangan THAAD. Pada akhrinya, travel ban membawa beban ekonomi dan kerugian begitu besar, hingga memaksa Korea Selatan untuk menyetujui three no’s sebagai bentuk konsesi politik terhadap China.
Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka melalui literature di buku, jurnal, artikel di internet, hingga laporan-laporan resmi pemerintah. Analisis data kemudian dilakukan melalui proses mulai dari mengidentifikasi kasus, melakukan pengumpulan data, analisa, hingga penyimpulan di tahap akhir. Penelitian ini akan mengkaji tentang implementasi travel ban sebagai instrumen politik koersif China dalam mendesak Korea Selatan untuk menghapus kebijakannya terkait THAAD. Kerangka konseptual yang diambil dalam penelitan ini adalah teori interdependensi oleh Robert Keohane dan Joseph Nye, yang mana dapat menjelaskan pola interdependensi asimetris antara Korea Selatan dan China.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa hubungan interdependensi antara Korea Selatan dan China tidak berjalan sejajar atau simetris, namun asimetris dimana Korea Selatan, khususnya sektor pariwisata nya, jauh lebih bergantung (dependent) terhadap China dibanding sebaliknya (less dependent). Selanjutnya melalui teori interdependensi menunjukan bahwa kondisi asimetris memberi power lebih terhadap China sebagai aktor less dependent sementara membuat sektor pariwisata Korea Selatan menjadi sangat sensitive (sensitivity) terhadap pola ataupun perubahan pola perjalanan wisatawan China serta tidak punya alternative dan sangat rentan (vulnerable) dalam merespon travel ban.

Kata Kunci: Konflik THAAD, Pariwisata, Travel Ban, Interdependensi Asimetris