Abstrak


Perubahan Sosial Politik di Aceh pada Masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1949)


Oleh :
Sunandar - K4403059 - Fak. KIP

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui keadaan sosial politik di Aceh sebelum Revolusi Kemerdekaan. 2) Mengetahui perubahan sosial politik di Aceh pada masa Revolusi Kemerdekaan. 3) Mengetahui dampak perubahan sosial politik di Aceh terhadap hubungan dengan Pemerintah Pusat. Penelitian ini menggunakan metode historis. Sumber data yang digunakan adalah sumber surat kabar, buku literatur, sumber lain berupa arsip. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis historis, yaitu analisa yang mengutamakan ketajaman dalam mengolah suatu data sejarah. Sumber data yang digunakan meliputi sumber primer yang berupa sumber tertulis, serta sumber sekunder yang berupa buku-buku, majalah dan sumber internet yang relevan dengan judul penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan mencatat dan mengkaji berbagai data yang sesuai dengan penelitian. Teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis historis, yaitu teknik analisis yang mengutamakan ketajaman dan kepekaan dalam menginterpretasikan data sejarah menjadi fakta sejarah. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, (1) Keadaan sosial politik Aceh sebelum Revolusi Kemerdekaan sangat stabil, yang dimulai saat Aceh berbentuk Kesultanan. Pada masa Kesultanan, kehiduan sosial politik ditopang 3 unsur penyangga utama yaitu Sultan, Ulama dan Uleebalang.(2) Perubahan sosial politik di Aceh pada masa Revolusi Kemerdekaan, dipicu oleh konflik antara golongan Ulama dengan Uleebalang yang berpuncak pada pembunuhan Uleebalang yang berada di Aceh (peristiwa Cumbok 1946). Peristiwa Cumbok, berdampak pada perubahan status keluarga Uleebalang tidak lebih dan tidak kurang sebagai salah satu dari berbagai kelompok sosial yang ada dalam masyarakat, berbeda dengan status mereka sebelumnya sebagai orang utama dan bangsawan. (3) Hubungan yang terjalin erat antara Aceh dengan pemerintah pusat mengalami kemunduran pasca kemerdekaan, dengan pembubaran provinsi Aceh. Masyarakat Aceh merasa ditipu oleh pemerintah pusat dengan jani-janji palsu, yaitu kebebasan untuk mengatur rumah tangga sendiri yang berdasarkan pada syariat Islam. Kekecewaan ini akhirnya diwujudkan dengan pernyataan penggabungan Aceh ke dalam Negara Islam Indonesia (NII) di bawah Imam Besar SM Kartosoewirjo.