Buah-buahan merupakan salah satu komoditas strategis ekspor Indonesia. Adanya kesepakatan MEA mendorong petani untuk memperluas pemasaran hasil panennya ke pasar internasional yang mengharuskan petani menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) pada budidaya tanaman maupun pascapanen. Standar operasional yang menjadi acuan petani saat ini ialah SOP Good Agricultural Practices (GAP) untuk budidaya tanaman dan Good Handling Practices (GHP) untuk pascapanen. Salak pondoh merupakan buah asli Indonesia yang sudah diekspor. BPS (2021) menyatakan bahwa Kabupaten Sleman menjadi basis produksi salak pondoh di Daerah Istimewa Yogyakarta. Produksinya di tahun 2020 mencapai 28.121,3 ton. Salah satu kelompok tani di Kabupaten Sleman yang telah menerapkan SOP GAP untuk ekspor ialah kebun milik Kelompok Tani Kusuma Mulya. Kgiatan pascapanen dilakukan kelompok tani bermitra dengan CV. Mitra Turindo yang merupakan paguyuban petani salak pondoh se-Kapanewon Turi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat mendeskripsikan penerapan, partisipasi petani dalam penerapan, serta melihat dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan yang ditimbulkan dari penerapan SOP GAP dan GHP. Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus untuk melihat fenomena yang terjadi sebenarnya di lapang. Hasil penelitian menyatakan bahwa hampir seluruh aspek yang terdapat di dalam SOP GAP dan GHP sudah dilaksanakan dengan baik karena kedua SOP tersebut mengikat petani. Begitu juga pada penerapan SOP GHP oleh CV. Mitra Turindo. Petani juga berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan penerapan SOP GAP dan GHP. Dampak ekonomi yang ditimbulkan diantaranya adanya jaminan pembiayaan bagi keluarga petani, peningkatan pendapatan, dan munculnya agrowisata. Sayangnya berkurangnya biodiversitas menjadi salah satu dampak lingkungan yang ditimbulkan dari penerapan SOP GAP dan GHP.