Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia pada 2020 mencapai 136 juta unit dan terus meningkat yang menimbulkan kelangkaan minyak bumi. Pemerintah telah menggalakkan adanya transisi kendaraan bermotor berbahan bakar minyak menjadi kendaraan listrik yang tertera pada Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019. Peralihan ini menimbulkan pesatnya pembangunan stasiun pengisian listrik dan kebutuhan listrik untuk mengisi kendaraan. Indonesia berada di wilayah khatulistiwa sehingga sangat berpotensi untuk mencegah lonjakan kebutuhan listrik dengan pembangunan pembangkit baru yang berbasis energi baru terbarukan. Energi surya merupakan energi dengan potensi tertinggi di Indonesia dengan potensi 207,8 GW. Namun, tanpa adanya teknologi yang dapat mengintegrasikan antara listrik yang sudah dibangkitkan oleh PLN (grid), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan pemanfaatan baterai kendaraan listrik (BEV) maka penghematan yang diinginkan nihil kemungkinannya. Penerapan teknologi ini adalah dengan memaksimalkan potensi PLTS serta grid untuk mengisi baterai atau Grid to Vehicle (G2V) dan memanfaatkan BEV menjadi sumber energi atau Vehicle to Grid (V2G). Metode yang digunakan dalam penerapan sistem ini adalah dengan proses switching dari ketiga sumber energi tersebut untuk memaksimalkan sumber energi dengan tetap menjaga BEV agar tidak overheat, overcharge serta deep discharge. Hasil dari penerapan sistem G2V dan V2G berbasis mikrokontroller adalah mampu mengintegrasikan antara PLTS, BEV dan Grid dengan menggunakan enam mode yang berhasil berjalan dengan baik. Hasil pengujian menunjukkan nilai ketepatan dari sensor yang digunakan untuk penentuan sistem G2V dan V2G dengan metode MAPE adalah sebesar 0,73?n 3,85% untuk sensor tegangan dan arus baterai, 0,94?n 4,62% untuk sensor tegangan dan arus PLTS, maka kondisi sistem kontrol dinyatakan layak karena nilainya kurang dari 5%.