Abstrak


DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN KE LUAR NEGERI AKIBAT PANDEMI COVID-19


Oleh :
Ardelia Ayu Musdalifah - E0018061 - Fak. Hukum

ABSTRAK ARDELIA AYU MUSDALIFAH .2022. E0018061.DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN KE LUAR NEGERI AKIBAT PANDEMI COVID-19 .Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.Munculnya Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang besar bagi kehidupan manusia. Salah satu contohnya yakni di bidang bisnis transportasi udara, hal ini diakibatkan munculnya kebijakan mengenai larangan bepergian guna mengurangi terjadinya penularan virus Covid-19, hal tersebut mengakibatkan terhambatnya akrivitas bisnis di bidang penerbangan, baik domestik maupun internasional. Dikarenakan hal tersebut, maka banyak penerbangan yang harus dibatalkan, sehingga pemberian ganti rugi, serta kompensasi haruslah dilaksanakan. Meskipun demikian pemberian ganti rugi yang diberikan oleh pihak maskapai bukanlah dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk voucher penerbangan berjangka, hal tersebut dianggap tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui bagaimanakah kebijakan pemerintah terhadap penanggulangan Pandemi Covid-19 memberikan dampak terhadap pelaksanaan perjanjian pengangkutan keluar negeri, dan bagaimanakah penyelesaian atas penundaan tersebut. Penulisan hukum ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian deskriptif kualitatif guna menjelaskan mengenai dampak dari kebijakan pemerintah terhadap pelaksanaan perjanjian pengangkutan keluar negeri, serta pertanggungjawaban atas penundaan tersebut dilihat dari ketentuan yang ada dalam UUPK, didukung peraturan perundang-undangan yang lain, serta data sekunder yang terkait. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dampak dari kebijakan pemerintah untuk menanggulagi persebaran virus Covid-19 terhadap pelaksanaan perjanjian pengangkutan keluar negeri, berupa pembatalan penerbangan, akan tetapi pembatalan penerbangan akibat Pandemi Covid-19 bukanlah merupakan force majeure, seperti yang telah diatur dalam Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Penerbangan dalam Keadaan Kahar, yang menjelaskan bahwa klausula force majeure hanya meliputi bencana alam saja, sehingga konsumen berhak menerima ganti rugi atas pembatalan penerbangan yang terjadi akibat Pandemi Covid-19 tersebut, sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan, dimana dalam peraturan tersebut menjelaskan bahwa pengembalian dana (refund) haruslah dalam bentuk tunai (uang). Dalam penulisan hukum ini, penulis menyarankan agar pemerintah memberikan peraturan yang lebih mendalam mengenai bentuk ganti rugi atas penundaan perjalanan akibat covid-19 ini.