Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menjelaskan pertimbangan majelis hakim serta mengkaji dan menjelaskan interpretasi asas ultra petitum partium yang digunakan dalam memutus perkara Nomor 0371/Pdt.G/2018/PA.Klt dan perkara Nomor 31/Pdt.G/2016/Pa.Prg.

Penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris dengan jenis data yang digunakan adalah data primer yang didapatkan melalui wawancara dan data sekunder yang didapat dari studi kepustakaan. Melalui teknik analisis metode deskriptif, hasil penelitian ini tidak dijustifikasi oleh peneliti.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa majelis hakim perkara nomor 31/Pdt.G/2016/PA.Prg memberikan putusan melebihi petitum penggugat dengan pertimbangan hak ex officio yang dimiliki hakim. Berbeda halnya dengan perkara 0371/Pdt.G/2018/PA.Klt yang diputus tidak dapat diterima dengan pertimbangan cacat formil dikarenakan akta kesepakatan antara penggugat dan tergugat harus dibatalkan terlebih dahulu agar dapat memeriksa dan memutus pokok perkara pembagian harta bersama.

Interpretasi yang digunakan majelis hakim Pengadilan Agama Pinrang adalah interpretasi gramatikal dengan menginterpretasikan kata ‘dapat’ dalam pasal 41 huruf (c) UU Perkawinan sebagai dasar hak ex officio. Sedangkan majelis hakim Pengadilan Agama Klaten tidak menggunakan interpretasi apapun dengan mengartikan pasal 189 ayat (3) RBg mengenai larangan bagi hakim untuk memberikan putusan ultra petita sesuai dengan isi pasal tersebut.