×
Museum Manusia Purba Sangiran merupakan aset pariwisata yang menarik dan penting bagi perkembangan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Sragen. Eksistensi museum tersebut menyebabkan pengelolaan dan pelestarian harus dilaksanakan oleh berbagai pihak. Permasalahan lain yang mendorong kerja sama stakeholder, yaitu penurunan kunjungan wisatawan akibat pandemi covid-19, belum optimalnya upaya pengembangan pasar dan jalinan kerja sama, serta belum maksimalnya pengelolaan obyek daya tarik wisata. Penelitian ini bertujuan menganalisis kolaborasi stakeholder dalam kegiatan branding Museum Manusia Purba Sangiran serta dampak yang dihasilkan. Metode penelitian yang digunakan, yaitu deskriptif kualitatif dengan model studi kasus. Lokasi penelitian dilakukan di Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Krikilan. Sumber data primer diperoleh dari 7 narasumber, observasi, dan foto, sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari studi pustaka. Data yang diperoleh dianalisis dengan teknik analisis data menurut Miles dan Huberman yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan. Teori Peran oleh Biddle dan Thomas menjelaskan konsep peran yang dilakukan oleh stakeholder. Teori Collaborative Governance oleh Ansell dan Gash untuk menjelaskan proses kolaborasi melalui dialog tatap muka, membangun kepercayaan, pengembangan komitmen, dan pemahaman bersama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stakeholder yang terlibat dalam kegiatan kolaborasi, yaitu (1)Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata, berperan dalam kegiatan promosi, pameran, event, kerja sama lintas instansi, pelayanan ticketing, paket wisata, dan fasilitator kegiatan pemberdayaan masyarakat; (2)Museum dan Cagar Budaya, berperan sebagai pengelola museum, promosi dan publikasi, pameran, sosialisasi, kerja sama lintas instansi, dan fasilitator kegiatan pemberdayaan masyarakat; (3)Masyarakat, berperan dalam kegiatan promosi dan publikasi melalui media sosial, membentuk Pokdarwis Purba Budaya, mengelola destinasi wisata lain, event Pasar Budaya Sangir, menyediakan terminal wisata, dan pemberdayaan masyarakat. Bentuk kolaborasi stakeholder, yaitu event “Sangirun Night Trail” dan “Sangiran Fair”, serta pemberdayaan masyarakat. Dampak yang dihasilkan mencakup dampak sosial dan budaya dengan terciptanya pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap pelestarian Sangiran. Dampak ekonomi terlihat dengan adanya peningkatan kunjungan wisatawan menyebabkan pendapatan masyarakat meningkat. Serta dampak lingkungan, yaitu tercipta sikap peduli dan sadar lingkungan oleh masyarakat, namun kesadaran petugas kebersihan belum maksimal.