×
Diskriminasi yang terjadi pada masa lalu ternyata berdampak panjang dan menyebabkan banyak tradisi yang semakin memudar bahkan hilang. Generasi Tionghoa yang lahir setelah reformasi benar-benar telah kehilangan kebudayaannya. Mereka hanya menganggap diri Tionghoa dari penampilan fisik dan hubungan kekerabatan dengan generasi sebelumnya. Namun mereka tidak mengetahui budaya kelompoknya. Generasi ini justru mendapatkan nilai-nilai budaya daerah setempat dimana ia dibesarkan. Oleh karena itulah mereka tidak diragukan sebagai warga negara Indonesia dan ‘lebih Indonesia’ daripada generasi sebelumnya, namun sesungguhnya mereka mengalami krisis jati diri. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kebijakan diskriminatif Orde Baru serta dampaknya terhadap generasi etnis Tionghoa, dan strategi adaptasi budaya yang dilakukan generasi etnis Tionghoa di Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif fenomenologi dan teknik pengambilan data dengan Focus Group Discussion (FGD) dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan Orde Baru menimbulkan dampak jangka panjang bagi etnis Tionghoa berupa tidak lagi digunakannya nama Tionghoa, tradisi yang sudah memudar bahkan tidak dilaksanakan, menurunnya penguasaan bahasa Mandarin, juga menurunnya minat belajar bahasa Mandarin. Selain itu pelayanan publik yang sempat mendiskriminasi telah berangsur-angsur berkurang dan sekarang tidak lagi ada diskriminasi, juga digunakannya kembali istilah ‘Tionghoa’ dalam lingkungan formal, tapi juga adanya trauma terhadap sebutan ‘Cina’ yang masih digunakan dalam lingkungan non formal.