Proyek konstruksi masih bermasalah dengan munculnya pemborosan (waste) yang terdiri dari waste fisik dan non-fisik. Salah satu contoh dari waste non-fisik adalah keterlambatan. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya kontrol dan monitoring saat proyek berjalan. Cara untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan salah satu tools dari lean construction, yaitu Last Planner System (LPS). Hal ini merupakan sistem perencanaan yang berbasis kolaborasi dan komitmen antara pihak-pihak yang terjun langsung dalam pekerjaan. Tujuan dari adanya kolaborasi adalah jadwal yang dihasilkan menjadi lebih logis dan dapat dikerjakan, sehingga tidak ada keterlambatan karena jadwal yang dibuat sesuai kesepakatan bersama. Kontrol aliran pekerjaan dimulai dari perencanaan umum sampai lebih mendetail di dalam kurun waktu tertentu. Evaluasi dilakukan tiap minggu untuk memonitoring progress pekerjaan dan mengurangi kerugian akibat adanya penundaan suatu pekerjaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang implementasi, kendala, manfaat, dan critical success factor secara menyeluruh pada studi kasus Proyek Pegadaian Tower di Jakarta Pusat. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner dan ditindaklanjuti dengan wawancara kepada pihak-pihak yang ikut serta.

Hasil dari perhitungan dengan metode skoring dan analisis deskriptif diperoleh bahwa LPS sudah diimplementasikan pada seluruh tahapan idealnya. Kendala dominan yang dirasakan adalah dibutuhkannya sumber daya ekstra, kurangnya pengetahuan dan pemahaman, serta adanya penolakan dan kurang komitmen dalam menerapkan hal baru. Manfaat yang dominan adalah tim kerja dapat mengetahui detail kegiatan dalam waktu tertentu, setiap target yang tidak tercapai dapat teridentifikasi alasan ketidakberhasilannya, serta adanya evaluasi berupa Percent Plan Complete, reason for non-completion, dan Why Why Analysis untuk peningkatan perencanaan selanjutnya.