Kasus Catcalling seringkali dihubungkan dengan gaya busana perempuan saat berada di tempat umum. Halini menciptakan kesan bahwa apa pun yang dikenakan oleh perempuan akan selalu menarik perhatian pria. Namun, kenyataannya, semua perempuan memiliki potensi yang sama untuk menjadi korban, sehingga pakaian tidak seharusnya menjadi faktor yang memicu perilaku catcalling terhadap seorang perempuan. Fenomena ini sudah menjadi hal yang umum karena selalu ada kesempatan bagi pria untuk melakukan catcalling terhadap perempuan. Maka dari itu penelitian ini penting untuk dilakukan untukmemahami secara mendalam apakah catcalling juga dialami oleh perempuan bercadar, serta ingin mengetahui apa penyebab, bentuk, dampak, dan upaya perlawanan dari perempuan bercadar itu sendiri. Studi ini adalah sebuah penelitian dengan pendekatan kualitatif yang menerapkan metode fenomenologi.Dalam studi ini, peneliti menggunakan pisau analisisteori interaksionisme simbolik yang dikembangkan oleh Herbert Blumer dan menggunakan Pendekatan Kekerasan Berbasis Gender. Blumer menyampaikan tiga prinsip inti dalam interaksionisme simbolik yang mencakup pemaknaan (meaning), bahasa (language), dan pikiran (thought). Masing-masing individu memaknai catcalling secara berbeda-beda. Teori ini menganalisis tentang berbagai simbol yang terjadi dalam interaksi antara individu. Sementara KBG menganalisis pada relasi kuasa pada laki-laki dan dampaknya terhadap perempuan bercadar. Hasil penelitian terhadap 6 perempuan bercadarmenunjukkan bahwa mereka yang notabenenya sudah menutup hampir seluruh tubuhnya pun tidak luput dari catcalling, bahkan diantara mereka ada yang mengalami lebih dari sekali. Catcalling berdampak pada perasaan malu, ketidaknyamanan, tekanan, rasa takut, dan merendahkan bagi korban, serta mengakibatkan pembatasan kebebasan mereka dalam bergerak di ruang publik. Dalam upaya perlawanan terhadap pelaku, peneliti mengelompokkannya ke dalam 2 jenis reaksi, yaitu aktif dan pasif.