ABSTRAK

Ari Mitsal Makarim. 2023. E0018064. TINJAUAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL TERHADAP PENGGUNAAN TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA NON INTERNASIONAL (STUDI KASUS KONFLIK AFGHANISTAN). Penulisan Hukum (Skripsi). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penulisan hukum ini membahas mengenai tinjauan hukum humaniter internasional terhadap penggunaan anak sebagai kombatan dalam konflik bersenjata non-internasional pada kasus konflik yang terjadi antara negara Afghanistan dengan kelompok Taliban. Penulisan hukum ini menggunakan metode penulisan hukum normatif deskriptif dengan pendekatan pada perundang-undangan dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan hukum ini berupa bahan hukum primer yang berasal dari peraturan perundang-undangan, dan hukum sekunder yang berasal dari studi kepustakaan (library reseearch) dengan meneliti teori-teori, dogma, temuan-temuan, dan dokumentasi terdahulu di bidang terkait. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan laporan yang diangkat oleh United Nations Assistance Mission in Afghanistan (UNAMA) terdapat temuan bahwa baik negara Afghanistan dan kelompok Taliban menggunakan anak sebagai tentara perang, yang dalam hal ini sejatinya melanggar ketentuan Hukum Humaniter Internasional sebagaimana diatur dalam beberapa instrumen di antaranya Konvensi Jenewa 1949, Protokol Tambahan I dan II Konvensi Jenewa 1949, Konvensi Hak Anak 1989, Konvensi ILO Nomor 182 Tahun 1999, serta Deklarasi Perlindungan Hak Wanita dan Anak-Anak Dalam Konflik Bersenjata. Oleh karena pelanggaran tersebut, baik Afghanistan maupun kelompok Taliban, sama-sama dapat dikenakan pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban negara dari Afghanistan dapat diminta dengan melakukan pengembalian kondisi yang ada semestinya melalui kompensasi, restitusi, dan pemenuhan. Sedangkan pertanggungjawaban individu dari pihak Afghanistan dapat dilakukan dengan mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam perekrutan tersebut, baik secara individu maupun secara komando. Pertanggungjawaban pihak Taliban selaku aktor non-negara dapat dilakukan dengan memberikan sanksi terhadap individu maupun komando. Meski demikian, hingga saat ini belum ditentukan secara resmi dan formil bagaimana bentuk pelaksanaan pertanggungjawaban kedua belah pihak atas pelanggaran yang telah mereka lakukan tersebut. Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, Penulis menyarankan agar masyarakat internasional semestinya lebih tegas membuat dasar hukum penegakan atas tindakan perekrutan anak sebagai tentara dalam konflik bersenjata, mulai dari pengaturan mengenai batasan usia anak yang masih rancu, hingga pelaksanaan bentuk pertanggungjawaban pihak yang melakukan pelanggaran atas penggunaan anak sebagai tentara dalam konflik bersenjata.