Sebagai pendatang di Kota Surakarta, mahasiswa Lampung menyandang status sebagai kelompok co cultural atau kelompok minoritas. Hal ini karena mahasiswa Lampung memiliki kebudayaan yang berbeda dengan dianut oleh masyarakat Surakarta yang mayoritas berpegang teguh pada adat istiadat Jawa dalam kehidupan sehari hari. Sebagai kelompok minoritas, mahasiswa Lampung melakukan beberapa pendekatan melalui strategi komunikasi agar dapat diterima oleh kelompok dominan , salah satunya dengan menyesuaikan gaya komunikasi. Adapun gaya komunikasi tersebut diterapkan berdasarkan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Lampung, yakni Pi’il Pesenggiri . Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa mahasiswa Lampung memilih untuk melakukan asimilasi atau membaur dengan kelompok dominan . Adapun mahasiswa Lampung menggunakan strategi dan gaya komunikasi asertif, dimana mahasiswa Lampung dapat membuka diri secara bijak dan mampu membaur dengan baik dengan kelompok dominan dengan
memperhatikan adat dan budaya yang berlaku di masyarakat. Gaya komunikasi asertif juga menjadi kunci utama bagi mahasiswa Lampung dalam beradaptasi serta mengantisipasi konflik komunikasi antarbudaya yang dapat timbul karena perbedaan persepsi budaya yang ada. Dalam menerapkan nilai nilai kearifan lokal Pi’il Pesenggiri , mahasiswa Lampung menerapkan nilai nilai tersebut dengan cara menjaga sikap dan perilaku, menyesuaikan nada bicara, berlaku sopan dan ramah dengan orang orang di se kitar, mudah bergaul dengan mahasiswa dan masyarakat yang ada di sekitar, membantu sesama mahasiswa ketika membutuhkan, serta aktif dan terlibat dalam kegiatan yang dilaksanakan dalam lingkup kampus maupun masyarakat.