×
Proliferasi nuklir Korea Utara dianggap sebagai ancaman bagi stabilitas negara
lain, khususnya Korea Selatan. Untuk menghadapinya, dibentuklah GSOMIA
(General Security of Military Information Agreement) yang beranggotakan Jepang,
Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Dalam keberlangsungannya, perjanjian tersebut
memicu polemik dalam negeri dan luar negeri Korea Selatan. Setelah ditandatangani
pada tahun 2016, Korea Selatan mengumumkan akan mengundurkan diri dari
GSOMIA di tahun 2019. Akan tetapi, pada akhirnya memilih untuk tetap
mempertahankan perjanjian tersebut. Fakta menarik lain yang melatarbelakangi
dilakukannya penelitian ini adalah hubungan kurang harmonis Korea Selatan dengan
Jepang. Dua negara tersebut seringkali terlibat ketegangan baik di sektor keamanan
maupun ekonomi. Secara historis, kedua negara ini juga memiliki masa lalu kelam
sebab Korea Selatan pernah menjadi aneksasi Jepang. Sejarah tersebut masih
membekas di ingatan warga Korea Selatan, yang hingga kini masih sentimental
terhadap segala kebijakan yang melibatkan Jepang. Tujuan dari penelitian ini adalah
menjelaskan analisis terhadap perilaku Korea Selatan dalam kasus GSOMIA selama
tahun 2016 hingga 2022 melalui perspektif neorealisme yang digagas oleh Kenneth
Waltz. Untuk dapat menjawab rumusan masalah yang diusung, penelitian dilakukan
menggunakan metode kualitatif dengan data yang dikumpulkan melalui studi literatur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan politik luar negeri Korea Selatan
dipengaruhi oleh interaksi dalam struktur internasional dan pilihan yang rasional untuk
mencapai kepentingan nasionalnya. Penelitian ini dapat berkontribusi terhadap studi
Hubungan Internasional, sebab proliferasi nuklir merupakan isu universal bagi tatanan
internasional.