Kawin paksa menjadi isu global karena merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan. Tidak ada satu pun negara yang mendukung ataupun menganjurkan kawin paksa sehingga praktik yang diskriminatif ini harus dihapuskan. Pada tahun 2018, ditemukan laporan UNICEF yang menempatkan Indonesia pada 10 negara dengan angka perkawinan anak absolut tertinggi di dunia. Berbagai bentuk kritik dan saran dilakukan masyarakat, salah satunya melalui film. Film dinilai mampu memengaruhi masyarakat luas terkait permasalahan sosial. Sutradara perempuan, Kamila Andini menyajikan isu kawin paksa melalui film Yuni (2021). Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mendeskripsikan resistensi yang dilakukan perempuan terhadap kawin paksa dalam film Yuni. 

Penelitian ini menggunakan teori feminism standpoint yang dikembangkan oleh Hartsock. Teori ini memberikan otoritas kepada setiap orang untuk memiliki pendapatnya sendiri dalam memandang suatu realitas. Teori ini digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana sebuah film mampu memberikan sudut pandang baru mengenai resistensi perempuan terhadap kawin paksa yang melekat di masyarakat budaya patriarki melalui tokoh perempuan itu sendiri dalam film Yuni. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan konsep feminisme radikal yang memandang bahwa penindasan terhadap kaum perempuan terjadi akibat sistem patriarki. 

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis semiotika. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi dan studi pustaka. Pada penelitian ini, uji validitas data yang digunakan peneliti adalah teknik triangulasi sumber. Peneliti melakukan analisis scene-scene yang merepresentasikan resistensi perempuan terhadap kawin paksa dalam film Yuni berdasarkan metode analisis semiotika John Fiske melalui tiga level pengkodean yaitu level realitas, level representasi, dan level ideologi. 

Temuan dalam penelitian ini adalah terdapat enam korpus yang merepresentasikan bagaimana resistensi perempuan terhadap kawin paksa dalam film Yuni. Enam korpus tersebut terbagi atas: tiga scene mewakili standpoint, yaitu standpoint perempuan terhadap lamaran, standpoint perempuan terhadap hak atas otoritas tubuh, standpoint perempuan terhadap lamaran menjadi istri kedua, dua scene mewakili situated knowledge, yaitu situated knowledge dampak perkawinan dini dan situated knowledge keberanian mengambil keputusan, dan satu scene yang mewakili sexual division of labor yaitu menghambat potensi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Penelitian ini sekaligus menjelaskan dan menunjukkan bahwa studi ilmu komunikasi berperan dalam mengentaskan potensi ketidakadilan bagi kaum perempuan yang merupakan landasan utama dalam menyuarakan perspektif atau standpoint perempuan.