Stigma menyebabkan diskriminasi dan marginalisasi bagi para individu LGB di masyarakat heteronormatif Indonesia dimana keanekaragaman orientasi seksual masih belum ditoleransi oleh masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bentuk dan dampak stigma yang dialami oleh individu LGB di Kota Surakarta serta mengetahui cara individu LGB di Kota Surakarta menyatakan keimanan dan mempraktikkan ibadah mereka. Dalam penelitian ini, digunakan strain theory dari Robert K. Merton yang dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan kerangka antara orientasi non-heteroseksual dengan keyakinan dan tindak ibadah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi sehingga penelitian ini dapat menangkap esensi fenomena agama dari sudut pandang individu LGB. Teknik pengambilan data dilakukan melalui wawancara dan studi pustaka. Wawancara dilakukan dengan teknik snowball sampling dimana data diperoleh dari informan pertama yang merujukkan ke informan selanjutnya. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lima dari enam individu LGB masih berkeyakinan dan melakukan tindak ibadah walau mengalami stigma publik, stigma internal, dan diskriminasi struktural. Diamati bahwa publik merasa sangsi untuk bergaul dengan individu LGB karena adanya prasangka bahwa orientasi LGB dapat menular; individu LGB merasa bersalah, berdosa, dan melihat orientasi mereka sebagai kekurangan diri; serta adanya halangan eksternal dalam profesinya karena orientasi LGB. Lima dari enam individu LGB ditemukan masih memiliki keyakinan dan masih melakukan berbagai macam tindak ibadah.