Biokonversi selulosa eceng gondok (Eichhornia crassipes) menjadi glukosa berhasil dilakukan oleh Trichoderma viride. Selulosa diisolasi dari eceng gondok dengan cara delignifikasi. Metode delignifikasi dilakukan untuk pemutusan ikatan lignin, hemiselulosa, dan selulosa. Spektra Fourier Transform Inframerah (FTIR) dari produk delignifikasi mengkonfirmasi bahwa selulosa hasil isolasi menunjukkan adanya puncak gugus C=O dan C=C, gugus ikatan polisakarida gugus C-H dan C─O, dan puncak vibrasi cincin piranosa C─O─C. Selulosa diperoleh rendemen 58,84%. Selulosa kemudian diubah menjadi glukosa melalui proses enzimatik oleh Trichoderma viride. Awalnya jamur ini perlu diadaptasi dan diremajakan dengan media selulosa. Adaptasi dan peremajaan bertahap bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jamur dalam mengubah selulosa menjadi glukosa. Kultur diinkubasi pada suhu 35 ℃ dan kecepatan 120 rpm dalam inkubator pengocok orbital. Metode uji Molisch dan uji Seliwanoff telah menunjukkan positif glukosa dengan menunjukkan perubahan warna. Spektra FTIR glukosa menunjukkan adanya puncak -OH alkohol C-H, dan ikatan C=O dari puncak serapan khas glukosa. Rendemen glukosa yang dihasilkan sebesar 5,10%. Dengan demikian, konversi glukosa berhasil. Eceng gondok berpotensi menjadi sumber selulosa berkelanjutan untuk sintesis glukosa sebagai substrat bakteri pada rangkaian Microbial Fuel Cells (MFCs) di negara tropis dan subtropis. Selain itu, eceng gondok juga memiliki keunggulan lain seperti tingkat perkembangbiakannya yang tinggi, ketersediaannya, dan biaya yang murah.